A.
Konsep
Sehat
Konsep sehat dan kesehatan merupakan
dua hal yang hampir sama tapi berbeda. Konsep sehat
menurut Parkins (1938) adalah suatu keadaan seimbang yang dinamis antara bentuk
dan fungsi tubuh dan berbagai faktor yang berusaha mempengaruhinya. Sementara
menurut White (1977), sehat adalah suatu keadaan di mana seseorang pada waktu
diperiksa tidak mempunyai keluhan ataupun tidak terdapat tanda-tanda suatu
penyakit dan kelainan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun
mengembangkan defenisi tentang sehat. Pada sebuah publikasi WHO tahun 1957,
konsep sehat didefenisikan sebagai suatu keadaan dan kualitas dari organ tubuh
yang berfungsi secara wajar dengan segala faktor keturunan dan lingkungan yang
dimiliki. Sementara konsep WHO tahun 1974, menyebutkan Sehat adalah keadaan
sempurna dari fisik, mental, sosial, tidak hanya bebas dari penyakit atau
kelemahan. Sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional
Ulama tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai ketahanan “jasmaniah, ruhaniyah
dan sosial” yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri
dengan mengamalkan tuntunan-Nya, dan memelihara serta mengembangkannya.
Sejarah Perkembangan Kesehatan
Mental
Sejarah
perkembangan kesehatan mental pertama kali itu pada jaman nenek moyang yang
mengalami gangguan mental seperti halnya homo sapiens sendiri . Mereka
mengalami kecelakaan dan demam yang merusak mental . Jadilah manusia yang
dengan rasa putus asa selalu berusaha buat menjelaskan tentang penyakit mental
. Dengan kesehatan mental ini kita dapat bandingkan dengan mata uang yang
mempunyai dua sisi yang di sisi satunya sakit dan yang di sisi satunya lagi
baik . Di sisi ini dapat dilihat kemungkinan di kedua sisi itu kira kira 50:50
.
Perlu diketahui disini sejarah tercatat melaporkan berbagai macam interpretasi mengenai penyakit mental dan cara menghilangkannya. Hal ini disebabkan oleh dua alasan , yaitu (1) Sifat dari masalah yang disebabkan oleh tingkah laku abnormal membuatnya menjadi merasa ketakutan. (2) Perkembangan semua ilmu pengetahuan begitu lambat , dan banyak kemajuan yang sangat penting. Pada masa awal awal orang yang sakit mental dapat dipahami secara seluruh sering diperlakukan dengan kurang baik. Di jaman prasejarah pun manusia purba sering kali mengalami gangguan mental baik fisik maupun gangguan gangguan yang baik. Di jaman prasejarah ini juga terdapat perawatan-perawatan untuk penyakit gangguan mental yaitu : menggosok,menjilat,mengisap dan memotong.
Sejarah kesehatan mental tidaklah sejelas sejarah ilmu kedokteran. Ini terutama karna masalah mental bukan merupakan masalah fisik yang dengan mudah dapat diamati dan terlihat. Hal ini lebih karna mereka sehari-hari hiduo bersama sehingga tingkah laku yang mengindikasikan gangguan mental dianggap hal yang biasa bukan lagi sebagai gangguan.
Gangguan mental Tidak Dianggap Sebagai Sakit
Pada tahun 1600 dan sebelumnya , orang yang mengalami gangguan mental dengan cara memanggil kekuatan supranatural dan menjalani ritual penebusan dan penyucian. Pandangan terhadap masyarakat ini menganggap bahwa orang yang mengalami gangguan mental adalah karna mereka dimasuki oleh roh-roh yang ada disekitarnya.
Sejarah kesehatan mental merupakan cerminan dimana pandangan masyarakat terhadap gangguan mental dan perlakuan yang diberikan. Ada beberapa pandangan masyarakat terhadap gangguan mental di dunia Barat antara lain :
- Akibat kekuatan supranatural
- Dirasuk oleh roh atau setan
- Dianggap kriminal karna memiliki derajad kebinatangan yang lebih besar
- Dianggap sakit
Perlu diketahui disini sejarah tercatat melaporkan berbagai macam interpretasi mengenai penyakit mental dan cara menghilangkannya. Hal ini disebabkan oleh dua alasan , yaitu (1) Sifat dari masalah yang disebabkan oleh tingkah laku abnormal membuatnya menjadi merasa ketakutan. (2) Perkembangan semua ilmu pengetahuan begitu lambat , dan banyak kemajuan yang sangat penting. Pada masa awal awal orang yang sakit mental dapat dipahami secara seluruh sering diperlakukan dengan kurang baik. Di jaman prasejarah pun manusia purba sering kali mengalami gangguan mental baik fisik maupun gangguan gangguan yang baik. Di jaman prasejarah ini juga terdapat perawatan-perawatan untuk penyakit gangguan mental yaitu : menggosok,menjilat,mengisap dan memotong.
Sejarah kesehatan mental tidaklah sejelas sejarah ilmu kedokteran. Ini terutama karna masalah mental bukan merupakan masalah fisik yang dengan mudah dapat diamati dan terlihat. Hal ini lebih karna mereka sehari-hari hiduo bersama sehingga tingkah laku yang mengindikasikan gangguan mental dianggap hal yang biasa bukan lagi sebagai gangguan.
Gangguan mental Tidak Dianggap Sebagai Sakit
Pada tahun 1600 dan sebelumnya , orang yang mengalami gangguan mental dengan cara memanggil kekuatan supranatural dan menjalani ritual penebusan dan penyucian. Pandangan terhadap masyarakat ini menganggap bahwa orang yang mengalami gangguan mental adalah karna mereka dimasuki oleh roh-roh yang ada disekitarnya.
Sejarah kesehatan mental merupakan cerminan dimana pandangan masyarakat terhadap gangguan mental dan perlakuan yang diberikan. Ada beberapa pandangan masyarakat terhadap gangguan mental di dunia Barat antara lain :
- Akibat kekuatan supranatural
- Dirasuk oleh roh atau setan
- Dianggap kriminal karna memiliki derajad kebinatangan yang lebih besar
- Dianggap sakit
Tahun 1692 mendapatkan suatu pengaruh para imigran dari Eropa yang beragama Nasrani, di Amerika orang yang bergangguan mental saat itu sering dianggap terkena shir atau guna-guna. Ini merupakan penjelasan yang diterima secara umum sehingga masyarakat takut dan membenci mereka yang dianggap memiliki kekuatan sihir.
Gangguan Mental Dianggap Sebagai Sakit
Tahun 1724 pendeta Cotton Mather (1663-1728) mematahkan takhayul yang hidup di masyarakat berkaitan dengan sakit jiwa dengan memajukan penjelasan secara fisik mengenai sakit jiwa itu sendiri.
Tahun 1812 , Benjamin Rush (1745-1813) menjadi salah satu yang menangani masalah penanganan secara mental. Antara tahun 1830-1860 di Inggris timbul menangani pasien sakit jiwa. Pada masa ini tumbuh penanganan dirumah sakit jiwa merupakan hal ilmiah untuk menyembuhkan kegilaan.
Melawan Diskriminasi Terhadap Gangguan Mental
Dunia medis memberikan pandangan tersendiri terhadap pemahaman mengenai gangguan mental. Dunia medis memandang penderita gangguan mental sebagai betul mengalami sakit. Dunia medis melihat sakit mental sebagai berakar dari sakit ketubuhan terutama otak.
Ilmu perilaku yang semakin berkembang juga memberikan pemahaman tersendiri mengenai gangguan mental. Berdasarkan pandangan ini penderita gangguan mental dimaknai sebagai ketidakmampuan mereka untuk melakukan penyesuaian diri yang sesuai dengan realitanya.
Pendekatan Kesehatan Mental
Orientasi dan Indikator Kesehatan Mental
Kesehatan
mental memiliki beberapa orientasi dan indikator, diantaranya:
1.
Orientasi Kesehatan Mental
a.
Orientasi klasik, menurut aliran ini seseorang dinyatakan sehat mentalnya
apabila ia tidak mempunyai keluhan-keluhan tertentu seperti cemas, tegang, dan
sebagainya, dimana semua keluhan itu menimbulkan perasaan sakit.
b.
Orientasi pada aspek penyesuaian diri (adjusment), menurut aliran ini seseorang
dinyatakan sehat apabila ia mampu menyesuaikan dirinya secara aktif, efektif
dan menyenangkan sesuai dengan tuntutan realitas sekitarnya sesuai dengan skala
ukuran yang berlaku dalam masyarakat dimana ia berada.
c.
Orientasi pada aspek pengembangan potensi, menurut aliran ini seseorang
dinyatakan sehat apabila ia mampu mengembangkan potensi-potensinya ditengah
masyarakat dimana ia tinggal.
d.
Orientasi pada aspek intra psikis atau agama, menurut aliran ini seseorang
dianggap sehat apabila ia mampu memilih apa yang dianggap baik dan menolak apa
yang dianggapnya buruk berdasarkan pedoman normatif sesuai dengan ajaran agama
yang dianutnya.
2.
Indikator Kesehatan Mental
Kesehatan
mental dan kondisi normalitas kejiwaan seseorang adalah kondisi kesejahteraan
emosional kejiwaan seseorang, pengertian ini berasumsikan bahwa pada prinsipnya
manusia itu dalam kondisi sehat. Atkinson
menyebutkan ada enam indikator normalitas kejiwaan seseorang yaitu:
· Persepsi realitas
yang efisien, yaitu individu cukup realistik dalam menilai kemampuannya dan
dalam menginterpretasi terhadap dunia sekitarnya ia tidak terus-menerus berpikir negatif terhadap orang lain serta tidak berlebihan dalam memuja diri
sendiri.
· Mengenal diri sendiri, yaitu individu memiliki kesadaran dalam motif dan
perasaannya sendiri.
· Kemampuan untuk mengendalikan perilaku secara sadar.
· Harga diri dan penerimaan yaitu penyesuaian diri sangat ditentukan oleh
penilaian terhadp harga diri sendiri dan merasa diterima oleh orang sekitarnya, ia merasa nyaman bersama orang lain dan mampu beradaptasi
dan mereaksi secara spontan dalam segala situasi sosial.
· Kemampuan untuk membentuk ikatan kasih, individu yang normal dapat membentuk
jalinan kasih yang erat serta mampu memuaskan orang lain dalam hal ini dia peka
terhadap peasaan orang lain dan tidak menuntut yang berlebihn pada orng lain.
· Produktifitas, individu yang baik adalah individu yang menyadari kemampuannya
dan dapat diarahkan pada aktifitas produktif.
Sedangkan
indikator kesehatan mental menurut Ahmad Farid yang menerapkan indikator kesehatan mental berdasarkan kepada agama adalah sebagai berikut:
· Berfokus pada ahirat.
· Tiada meninggalkan zikrullah
· Selalu merindukan untuk beribadah kepada Allah swt.
· Tujuan hidupnya hanya kepada Allah swt.
· Khusyuk dan
menegakkan solat.
· Menghargai waktu dan tidak bahil harta.
· Tidak berputus asa.
· Mengutamakan kualitas perbuatan.
Zakiah Daradjat menetapkan indikator
kesehatan mental dengan memasukkan unsur keimanan dan ketaqwaan. Menurutnya
indikator kesehatan mental adalah sebagai berikut:
1.
Terbebas dari gangguan penyakit jiwa.
2.
Terwujudnya keserasian antara unsur-unsur kejiwaan.
3.
Mempunyai kemampuan dalam menyesuaikan diri secara fleksibel dan menciptakan
hubungan yang bermanfaat dan menyenangkan antar individu.
4.
Mempunyai kemampuan dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya serta
memanfaatkannya untuk dirinya dan orang lain.
5.
Beriman dan bertaqwa kepada Allah dan selalu berupaya merealisasikan tuntutan
agama dalam kehidupan sehari-hari.
Hadits sebagai sumber kedua ajaran
Islam sesudah al-Qur’an banyak pula menyinggung hal-hal yang berhubungan dengan
kesehatan mental. Hadits yang berhubungan dengan kesehatan mental adakalanya
yang berkaitan dengan indikator kesehatan mental dan adakalanya yang berkaitan
dengan psikoterapi, dan yang berkaitan dengan kesehatan mental. Yang berkaitan
dengan indikator kesehatan mental, diantaranya:
1. Rasa aman.
2. Qanaah dan ridha menerima apa yang
telah ditentukan Allah SWT kepadanya.
3. Syukur dan sabar.
4. Rasa tanggung jawab.
B.
TEORI
KEPRIBADIAN SEHAT
Dalam psikologi dikenal berbagai macam mazhab dengan teorinya yang
berbeda-beda, begitu juga dengan pengertian kepribadian yang normal
berbeda-beda pada tiap mazhab.
1. Menurut Psikoanalisa:
Kepribadian yang normal (sehat) adalah
1. Menurut Psikoanalisa:
Kepribadian yang normal (sehat) adalah
1) Kepribadian yang sehat menurut Freud adalah jika individu bergerak menurut pola perkembangan yang ilmiah.
2) Hasil dari belajar dalam mengatasi tekanan dan kecemasan.
3) Kesehatan mental yang baik adalah hasil dari keseimbangan antara kinerja super ego terhadap id dan ego.
2. Menurut Behaviorisme:
Behaviorisme muncul sebagai kritik lebih lanjut dari strukturalisme Wundt. Meskipun didasari pandangan dan studi ilmiah dari Rusia, aliran ini berkembang di AS, merupakan lanjutan dari fungsionalisme.
Prinsip dasar behaviorisme:
1) Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari jiwa atau mental yang abstrak
2) Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah pseudo problem untuk sciene, harus dihindari.
3) Penganjur utama adalah Watson : overt, observable behavior, adalah satu-satunya subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.
4) Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini dikembangkan lagi oleh para behaviorist dengan memperluas ruang lingkup studi behaviorisme dan akhirnya pandangan behaviorisme juga menjadi tidak seekstrem Watson, dengan mengikutsertakan faktor-faktor internal juga, meskipun fokus pada overt behavior tetap terjadi.
5) Aliran behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol dan bersifat positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.
6) Banyak ahli (a.l. Lundin, 1991 dan Leahey, 1991) membagi behaviorisme ke dalam dua periode, yaitu behaviorisme awal dan yang lebih belakangan.
3. Menurut Humanistik:
Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force) karena humanistik muncul sebagai kritik terhadap pandangan tentang manusia yang mekanistik ala behaviorisme dan pesimistik ala psikoanalisa.
Kepribadian yang sehat menurut humanistic, perilaku yang mengarah pada aktualisasi diri:
Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force) karena humanistik muncul sebagai kritik terhadap pandangan tentang manusia yang mekanistik ala behaviorisme dan pesimistik ala psikoanalisa.
Kepribadian yang sehat menurut humanistic, perilaku yang mengarah pada aktualisasi diri:
1) Menjalani hidup seperti seorang anak, dengan penyerapan dan konsentrasi sepenuhnya.
2) Mencoba hal-hal baru ketimbang bertahan pada cara-cara yang aman dan tidak berbahaya.
3) Lebih memperhatikan perasaan diri dalam mengevaluasi pengalaman ketimbang suara tradisi, otoritas, atau mayoritas.
4) Jujur; menghindari kepura-puraan dalam “bersandiwara”.
5) Siap menjadi orang yang tidak popular bila mempunyai pandangan sebagian besar orang.
6) Memikul tanggung jawab.
7) Bekerja keras untuk apa saja yang ingin dilakukan.
8) Mencoba mengidentifikasi pertahanan diri dan memiliki keberanian untuk menghentikannya .
C. PENYESUAIAN
DIRI
Arti Penyesuaian Diri
Penyesuaian
diri (adjustment) merupakan suatu istilah yang sangat sulit
didefinisikan karena (1) penyesuaian diri mengandung banyak arti, (2) criteria
untuk menilai penyesuaian diri tidak dapat dirumuskan secara jelas, dan (3) penyesuaian
diri (adjustment) dan lawannya ketidakmampuan menyesuaikan diri (maladjustment)
memiliki batas yang sama sehingga akan mengaburkan perbedaan diantara keduanya.
Dengan demikian, apabila kita mau menghilangkan kekacauan atau salah pengertian
mengenai apa itu penyesuaian diri, maka kita harus tahu konsep-konsep dasarnya.
Penyesuaian Diri sebagai Adaptasi
Secara
historis arti istilah “penyesuaian diri” sudah mengalami banyak perubahan.
Karena kuatnya pengaruh pemikiran evolusi pada psikologi, maka penyesuaian diri
disamakan dengan adaptasi, yaitu proses dimana organism yang agak sederhana
mematuhi tuntutan-tuntutan lingkungan. Meskipun ada persamaan diantara kedua
istilah tersebut, namun penyesuaian diri yang kompleks tidak cocok dengan
konsep adaptasi biologis yang sederhana. Erich Fromm dalam bukunya, Escape
from Freedom, (Fromm, 1941) mengemukakan konsep adaptasi yang menarik dan
berguna yang mendekati ide penyesuaian diri. Fromm membedakan apa yang
dinamakannya adaptasi statis dan adaptasi dinamik. Ia menggunakan adaptasi
statis untuk menyebut perubahan kebiasaan yang relatif sederhana, misalnya
orang berpindah dari satu kota kekota yang lain. Sedangkan adaptasi dinamik
adalah sistuasi dimana seseorang menerima hal-hal meskipun menyakitkan,
misalnya seorang anak laki-laki tunduk kepada perintah ayah yang keras dan
mengancam. Fromm menafsirkan neurosis sebagai respons dinamik, adaptasi yang
sama dengan penyesuaian diri.
Penyesuaian Diri dan Individualitas
Dalam
mendefinisikan penyesuaian diri, kita tidak boleh melupakan perbedaan
–perbedaan individual. Anak yang sangat cerdas atau genius tidak sesuai dengan
pola “normal”, baik dalam kapasitas maupun dalam tingkah lakunya, tetapi kita
tidak dapat menyebutnya sebagai orang yang tidak dapat menyesuaikan diri.
Sering kali norma-norma sosial dan budaya begitu kaku untuk dituruti dengan
baik. Misalnya, sering terjadi dibeberapa Negara, warga Negara menolak
undang-undang abortus atau sterilisasi yang dikeluarkan oleh Negara. Orang yang
tidak dapat menerima undang-undang ini, tidak dapat tidak dapat dianggap
sebagai orang yang tidak dapat menyesuaikan diri.
Penyesuaian Diri sebagai Penguasaan
Penyesuaian
diri yang baik kelihatannya mengandung suatu tingkat penguasaan yang baik pula,
yaitu kemampuan untuk merencanakan atau mengatur respons-respons pribadi
sedemikian rupa sehingga konflik-konflik, kesulitan-kesulitan dan
frustasi-frustasi akan hilang dengan munculnya tingkah laku yang efisien atau
yang menguasai. Gagasan ini jelas berguna tetapi tidak memperhitungkan
kelemahan-kelemahan individual. Kebanyakan orang tidak memiliki kemampuan yang
dituntut oleh penguasaan itu. pemimpin-pemimpin, orang-orang ang genius, dan
orang-orang yang IQ-nya diatas rata-rata mungkin diharapkan memperlihatkan
penguasaan yang luar biasa itu, tetapi meskipun demikian orang-orang ini pun
sering mengalami kegagalan. Ini justru mengingatkan kita bahwa setiap orang
memiliki tingkat penyesuaian dirinya sendiri, yang ditentukan oleh kapasitas-kapasitas
bawaan, kecenderungan-kecenderungan yang diperoleh, dan pengalaman.
Definisi Penyesuaian Diri
Dari
segi pandangan psikologis, penyesuaian diri memiliki banyak arti, seperti
pemuasan kebutuhan, keterampilan dalam menangani frustasi dan konflik,
ketenangan pikiran/jiwa, atau bahkan pembentukan simtom-simtom. Itu berarti
belajar bagaimana bergaul dengan baik dengan orang lain dan bagaimana
menghadapi tuntutan-tuntutan pekerjaan. Tyson menyebut hal-hal seperti
kemampuan untuk beradaptasi, kemampuan berafeksi, kehidupan yang seimbang,
kemampuan untuk mengambil keuntungan dari pengalaman, toleransi terhadap
frustasi, humor, sikap yang tidak ekstrem, objektivitas, dan lain-lain (Tyson,
1951).
Kita
tidak dapat mengatakan bahwa penyesuaian diri itu baik atau buruk. Kita hanya
dapat mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah cara individual atau khusus
organismedalam bereaksi terhadap tuntutan-tuntutan dari dalam atau
situasi-situasi dari luar. Untuk beberapa orang mungkin reaksi ini bisa
efisien, sehat atau memuaskan. Sementara untuk orang lain reaksi ini
melumpuhkan, tidak efektif, atau bahkan patologik.
Jadi,
kita dapat mendefinisikan dengan sederhana, bahwa penyesuaian diri itu adalah
suatu proses yang melibatkan respons-respons mental dan tingkah laku yang
menyebabkan individu berusaha menanggulangi kebutuhan-kebutuhan,
tegangan-tegangan, frustasi-frustasi, dan konflik-konflik batin serta
menyelaraskan tuntutan-tuntutan batin ini dengan tuntutan-tuntutan yang
dikenakan kepadanya oleh dunia dimana ia hidup. Dalam arti ini, kebanyakan
respons cocok dengan konsep penyesuaian diri.
Konsep Penyesuaian Diri yang Baik
Apa
itu penyesuaian diri yang baik? Pasti itu yang ada dibenak kita setelah kita
mendengar konsep penyesuaian diri yang baik. Orang yang dapat menyesuaikan diri
dengan baik adalah orang yang memiliki respons-respons yang matang, efisien,
memuaskan dan sehat. Sebaliknya, orang yang neurotic adalah orang yang sangat
tidak efisien dan tidak pernah menangani tugas-tugas secara lengkap.
Istilah
“sehat” berarti respons yang baik untuk kesehatan, yakni cocok dengan kodrat
manusia, dalam hubungannya dengan orang lain dan dengan tanggung jawabnya.
Kesehatan merupakan cirri yang sangat khas dalam penyesuaian diri yang baik.
singkatnya, meskipun memiliki kekurangan-kekurangan kepribadian, ornag yang
dapat menyesuaikan diri dengan baik dapat bereaksi secara efektif terhadap
situasi-situasi yang berbeda, dapat memecahkan konflik-konflik,
frustasi-frustasi dan masalah-masalah tanpa menggunakan tingkah laku yang
simtomatik. Karena itu, ia relative bebas dari simtom-simtom, seperti kecemasan
kronis, obsesi, atau gangguan-gangguan psikofisiologis (psikosomatik). Ia
menciptakan dunia hubungan antarpribadi dan kepuasan-kepuasan yang ikut
menyumbangkan kesinambungan pertumbuhan kepribadian.
Penyesuaian Diri adalah Relatif
Penyesuaian
diri seperti yang telah dirumuskan diatas adalah relatif karena tidak ada orang
yang dapat menyesuaikan diri secara sempurna. Penyesuaian diri harus dinilai
berdasarkan kapasitas individu untuk mengubah dan menanggulangi
tuntutan-tuntutan yang dihadapi dan kapasitas ini berbeda-beda menurut
kepribadian dan tingkat perkembangan.
Penyesuaian
diri juga bersifat relatif karena berbeda-beda menurut norma-norma sosial dan
budaya, serta individu itu sendiri pun berbeda-beda dalam bertingkah laku.
Bahkan orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik kadang-kadang merasa
bahwa ia menghadapi situasi atau masalah yang melampaui kemampuannya untuk
menyesuaikan diri.
Penyesuaian Diri versus Moralitas
Pemakaian
baik dan buruk menempatkan seorang psikolog dalam ilmu kesehatan mental dalam
posisi untuk membuat penilaian terhadap tingkah laku yang sebenarnya diharapkan
tidak dilakukan oleh seorang ilmuwan. Tetapi dapat dikemukakan di sini bahwa
keputusan untuk menilai bukan sesuatu yang khas bagi bidang ilmu moral atau
etika. Setiap orang dapat berbicara tentang kesehatan yang baik dan buruk, atau
cuaca yang baik atau buruk dengan tidak memperhatikan pandangan moral atau
etika. Kita tidak melihat tingkah laku yang tidak dapat menyesuaikan diri
sebagai sesuatu yang secara moral buruk atau juga orang yang dapat menyesuaikan
diri dengan baik sabagai teladan kebajikan yang sempurna. Kemampuan
menyesuaikan diri tidak dapat disamakan dengan kebajikan, atau ketidakmampuan
menyesuaikan diri disamakan dengan dosa. (Mowrer, 1960). Tetapi sering kali
terjadi bahwa imoralitas merupakan akar dari ketidakmampuan menyesuaikan diri
dan sudah pasti penyesuaian diri yang sehat dalam pengertian yang sangat luas
harus juga mencakup kesehatan moral.
PERTUMBUHAN PERSONAL
Banyak kualitas penyesuaian diri
yang baik mengandung implikasi-implikasi yang khas bagi pertumbuhan pribadi.
Ide ini terkandung dalam kriteria perkembangan diri yang berarti pertumbuhan
kepribadian yang terus-menerus kearah tujuan kematangan dan prestasi pribadi.
Setiap langkah dalam proses pertumbuhan dari masa bayi sampai masa dewasa harus
menjadi kemajuan tertentu kearah kematangan tang lebih besar dalam pikiran,
emosi, sikap dan tingkah laku. Pelekatan (fiksasi) pada setiap tingkat
perkembangan bertentangan dengan penyesuaian diri yang adekuat,
misalnya menggigit kuku, menghisap jempol, ngompol, ledakan amarah, atau
membutuhkan sangat banyak kasih sayang dan perhatian. Perkembangan diri
disebabkan oleh realisasi kematangan yang terjadi secara tahap demi tahap.
Pertumbuhan
kepribadian ditingkatkan oleh banyaknya minat terhadap pekerjaan dan
kegemaran. Sulit menyesuaikan diri dengan baik terhadap tuntutan-tuntutan
pekerjaan yang tidak menarik dan membosankan, dan segera pekerjaan itu menjadi
hal yang tidak menyenangkan atau menjijikkan. Tetpi, kita memiliki cara
tertentu untuk mengubah dan mengganti pekerjaan yang merangsang minat kita
sehingga kita dapat memperoleh kepuasan terus-menerus dalam pekerjaan.
Pertumbuhan
pribadi tergantung juga pada skala nilai yang adekuat dan tujuan yang ditetapkan
dengan baik, kriteria yang selalu dapat digunakan seseorang untuk menilai
penyesuaian diri. Skala nilai atau filsafat hidup adalah seperangkat ide,
kebenaran, keyakinan, dan prinsip membimbing seseorang dalam berpikir,
bersikap, dan dalam berhubungan dengan diri sendiri dan orang lain dalam
memandang kenyataan dan dalam tingkah laku sosial, moral dan agama. Seperangkat
nilai inilah yang akan menentukan apakah kenyataan itu besifat mengancam,
bermusuhan, sangat kuat, atau tidak patut menyesuaikan diri dengannya.
Penyesuaian diri memerlukan penanganan yang efektif terhadap masalah dan stress
yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari, dan pemecahan masalah dan stress
itu akan ditentukan oleh nilai-nilai yang kita bawa berkenaan dengan situasi
itu. kita seringkali mendengar orang-orang menjadi berantakan dan dengan
demikian mendapat gangguan emosi dan tidak bahagia. Orang-orang tersebut tidak
yakin mengenai hal yang baik atau buruk, benar atau salahh, bernilai atau tidak
bernilai. Mereka tidak memiliki pengetahuan, nilai, atau prinsip yang akan
menyanggupi mereka untuk mereduksikan kebimbangan atau konflik yang secara
emosional sangat mengganggu.
Dalam
proses pematangan, perkembangan situasi sistem nilai akan meliputi juga tujuan
jangka pendek dan jangka panjang yang menjadi inti dari integrasi dan tingkah
laku menyesuaikan diri. orang yang memiliki tujuan-tujuan yang ditetapkan
dengan baik bertindak secara terarah dan bertujuan, meskipun terkadang
terganggu oleh kehilangan arah, kebosanan, kekurangan minat dan dorongan. Dalam
salah satu penelitian mengenai pengaruh-pengaruh dari tercapainya tujuan di
kalangan para mahasiswa, telah ditemukan bahwa arah tujuan ada hubunganya
dengan peningkatan keyakinan, perbaikan harga nilai, dan pembaruan usaha.
Pengaruh umum dari tercapainya tujuan adalah tegangan direduksikan.
Kriteria
terakhir untuk menilai penyesuaian diri adalahh sikap terhadap kenyataan.
Penyesuaian diri yang baik memerlukan sikap yang sehat dan realistic yang menyanggupi
seseorang untuk menerima kenyataan sebagaimana adanya bukan sebagaimana
diharapkan atau diinginkan. Kriteria ini dipakai pada segi-segi kenyataan dalam
waktu dan ruang. Ada orang yang hidup dalam dunia mimpi tentang peristiwa masa
lampau yang sangat menghargai kenangan-kenangan pada masa kanak-kanak, dan
baginya masa sekarang adalah suatu kenyataan yang jelek, dan masa yang akan
datang merupakan sesuatu yang menakutkan.
Adolph
Meyer berpendapat bahwa kapasitas untuk menggunakan masa lampau dan bukan
semata-mata menderita karenanya adalah perlu untuk penyesuaian diri bahwa
penangan harus dipakai untuk menangani kenyataan sekarang dan kesempatan yang
kreatif dapat direalisasikan dengan tinjauan yang sehat ke masa depan. Sikap
yang sehat terhadap masa lampau, masa sekarang dan masa depan sangat penting
untuuk penyesuaian diri yang sehat.
Factor yang mempengaruhi pertumbuhan
personal ;
1. Faktor biologis
Karakteristik anggota tubuh yang berbeda setiap orang,
kepribadian, atau warisan biologis yang sangat kental.
2. Faktor geografis
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kepribadian
seseorangdan nantinya akan menentukan baik atau tidaknya pertumbuhan personal
seseorang.
3. Faktor budaya
Tidak di pungkiri kebudayaan juga berpengaruh penting
dalam kepribadian seseorang, tetapi bukan berarti setiap orang dengan
kebudayaan yang sama memiliki kepribadian yang sama juga.
Selain itu, ada satu hal yang tidak
kalah penting berkaitan dengan penyesuaian diri dan pertumbuhan personal adalah
komunikasi. Dengan kemampuan komunikasi yang baik maka penyesuaian diri dan
pertumbuhan personal seseorang juga akan berjalan baik.
Kesimpulan:
Penyesuaian diri (adjustment) merupakan suatu
istilah yang sangat sulit didefinisikan karena (1) penyesuaian diri mengandung
banyak arti, (2) criteria untuk menilai penyesuaian diri tidak dapat dirumuskan
secara jelas, dan (3) penyesuaian diri (adjustment) dan lawannya
ketidakmampuan menyesuaikan diri (maladjustment) memiliki batas yang
sama sehingga akan mengaburkan perbedaan diantara keduanya. Sedangkan, pertumbuhan kepribadian ditingkatkan oleh
banyaknya minat terhadap pekerjaan dan kegemaran.
D.
Kepribadian
sehat menurut ROGERS , MASLOW , dan FROMM
Menurut Rogers ,
Rogers adalah pelopor di dalam penyelidikan di bidang counseling dan
psikoterapi, dan memberikan banyak dorongan kea rah penyelidikan mengenai
sifat-sifat dari proses yang terjadi selama perawatan klinis . Semenjak
perumusan teori self itu Rogers memperluas research yang meliputi pula macam –
macam kesimpulan – kesimpulan dan teori kepribadiannya .
Metode – metode
yang dikeluarkan Rogers meliputi :
1. Positive
approval self-reference
2.
Negative or disapproval self reference
3.
Ambivalent self-reference
4.
Ambiguous self-reference
5.
Reference to external object and persons, and questions
Dalam
penyelidikan Rainy itu pikiran pokoknya dalah demikian . Selama terapi
(counseling) maka ada perubahan self-reference
itu . Biasanya disapproval atau ambivalent menuju kearah approval .
Sebelum memulai
counseling pasien disuruh memilih mengatur kartu yang berisi pernyataan itu
dalam 2 cara yaitu :
1.
Self-sort :Aturlah kartu – kartu untuk menggambar dirimu sendiri
sebagaimana kau lihat hari ini dari yang paling tidak mirip dengan
kamu sampai yang paling mirip dengan kamu .
2. Ideal-sort :Sekarang aturlah kartu-kartu itu untuk menggambarkan
orang yang kamu cita- citakan , orang yang ingin kamu tiru ,
kamu ingin seperti dia .
Pokok-pokok
teori kepribadian sehat menurut Rogers :
Konsepsi
– konsepsi pokok dalam teori Rogers adalah
1. Organism , yaitu keseluruhan
individu ( the total individual )
(a)
. Organisme bereaksi sebagai keseluruhan terhadap medan phenomenal dengan
maksud memenuhi kebutuhan-kebutuhannya .
(b)
. Organisme mempunyai satu motif dasar yaitu : mengaktualisasikan dan
mengembangkan diri .
2.
Medan phenomenal , yaitu keseluruhan
pengalaman ( the totality of experience ) , yang
memiliki sifat disadari atau tak disadari
tergantung apakah pengalaman yang mendasari
medan phenomenal itu dilambangkan atau
tidak .
3.
Self , yaitu bagian dari medan phenomenal yang terdiferensiasikan dan terdiri
dari pola – pola
Penagamatan dan penilaian sadar daripada
“I” atau “me” . Self mempunyai macam – macam s
Sifat yaitu :
(a) . Self berkembang dari interaksi
organism dengan lingkungannya .
(b) . Self mungkin menginteraksikan
nilai-nilai orang lain dan mengamatatinya dalam cara bentuk yang tidak wajar .
(c) . Self mengejar ( menginginkan )
consistency ( keutuhan / kesatuan, keselarasan )
(d) . Organism bertingkah laku dalam
cara yang selaras (consistent) dengan self .
(e) . Pengalaman – pengalaman yang
tak selaras dengan struktur self diamati sebagai
ancaman .
(f) . Self mungkin berubah sebagai
hasil dari pematangan (maturation) dan belajar .
Menurut Rogers “ jalan yang paling baik
untuk memahami tingkah laku ialah dengan melalui internal frame of reference orangnya sendiri “ . Rogers berpendapat
bahwa self-report tidak memberikan gambaran yang lengkap mengenai kepribadian
karena :
1. Orang mungkin sadar akan kesalahan
tingkah laku akan tetapi tak dapat menyatakannya dalam kata – kata .
2. Orang mungkin tidak menyadarinya .
3. Orang mungkin menyadari pengalamannya
dan dapat menyatakannya , tetapi dia tidak mau
berbuat demikian . Apabila dipaksakan member jawaban dia mungkin memperdayakan .
Menurut
Maslow kepribadian sehat adalah berdasarkan tingkat kebutuhannya yaitu
:
1.
Kebutuhan fisiologis: kebutuhan yang dasariah, misalnya rasa lapar, haus,
tempat berteduh, seks, tidur, oksigen,
dan kebutuhan jasmani lainnya. Kebutuhan fisiologis
adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk mempertahankan hidupnya
secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, seks,
tidur, istirahat, dan udara. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan, harga
diri, dan cinta, pertama-tama akan mencari makanan terlebih dahulu. Bagi orang
yang berada dalam keadaan lapar berat dan membahayakan, tak ada minat lain kecuali
makanan. Bagi masyarakat sejahtera jenis-jenis kebutuhan ini umumnya telah
terpenuhi. Ketika kebutuhan dasar ini terpuaskan, dengan segera
kebutuhan-kebutuhan lain (yang lebih tinggi tingkatnya) akan muncul dan
mendominasi perilaku manusia.
2.
Kebutuhan akan rasa aman: mencakup antara lain keselamatan dan perlindungan
terhadap kerugian fisik dan emosional. Kebutuhan
ini menampilkan diri dalam kategori kebutuhan akan kemantapan, perlindungan,
kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur,
ketertiban, hukum, batas-batas, dan sebagainya. Kebutuhan ini dapat kita amati
pada seorang anak. Biasanya seorang anak membutuhkan suatu dunia atau
lingkungan yang dapat diramalkan. Seorang anak menyukai konsistensi dan
kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika hal-hal itu tidak ditemukan maka ia
akan menjadi cemas dan merasa tidak aman. Orang yang merasa tidak aman memiliki
kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas serta akan berusaha keras menghindari
hal-hal yang bersifat asing dan tidak diharapkan.
3.
Kebutuhan sosial: mencakup kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki, kasih
sayang, diterima-baik, dan persahabatan. Pada
tingkat kebutuhan ini, dan belum pernah sebelumnya, orang akan sangat merasakan
tiadanya sahabat, kekasih, isteri, suami, atau anak-anak. Ia haus akan relasi
yang penuh arti dan penuh kasih dengan orang lain pada umumnya. Ia membutuhkan
terutama tempat (peranan) di tengah kelompok atau lingkungannya, dan akan
berusaha keras untuk mencapai dan mempertahankannya. Orang di posisi kebutuhan
ini bahkan mungkin telah lupa bahwa tatkala masih memuaskan kebutuhan akan
makanan, ia pernah meremehkan cinta sebagai hal yang tidak nyata, tidak perlu,
dan tidak penting. Sekarang ia akan sangat merasakan perihnya rasa kesepian
itu, pengucilan sosial, penolakan, tiadanya keramahan, dan keadaan yang tak
menentu.
4. Kebutuhan akan penghargaan:
mencakup faktor penghormatan internal seperti harga diri, otonomi, dan
prestasi; serta faktor eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian. Yang
pertama (internal) mencakup kebutuhan akan harga diri, kepercayaan diri,
kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan
(kemerdekaan). Yang kedua (eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain,
prestise, pengakuan, penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan,
apresiasi atau nama baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih
percaya diri. Dengan demikian ia akan lebih berpotensi dan produktif.
Sebaliknya harga diri yang kurang akan menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak
berdaya, bahkan rasa putus asa serta perilaku yang neurotik. Kebebasan atau
kemerdekaan pada tingkat kebutuhan ini adalah kebutuhan akan rasa
ketidakterikatan oleh hal-hal yang menghambat perwujudan diri. Kebutuhan ini
tidak bisa ditukar dengan sebungkus nasi goreng atau sejumlah uang karena
kebutuhan akan hal-hal itu telah terpuaskan.
5.
Kebutuhan akan aktualisasi diri: mencakup hasrat untuk makin menjadi diri
sepenuh
kemampuannya
sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya. Menurut Maslow, setiap orang
harus berkembang sepenuh kemampuannya. Kebutuhan manusia untuk bertumbuh,
berkembang, dan menggunakan kemampuannya disebut Maslow sebagai aktualisasi
diri. Maslow juga menyebut aktualisasi diri sebagai hasrat untuk makin menjadi diri
sepenuh kemampuan sendiri, menjadi apa menurut kemampuan yang dimiliki.
Kebutuhan akan aktualisasi diri ini biasanya muncul setelah kebutuhan akan
cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai. Kebutuhan akan
aktualisasi diri ini merupakan aspek terpenting dalam teori motivasi Maslow.
Dewasa ini bahkan sejumlah pemikir menjadikan kebutuhan ini sebagai titik tolak
prioritas untuk membina manusia berkepribadian unggul. Belakangan ini muncul
gagasan tentang perlunya jembatan antara kemampuan majanerial secara ekonomis
dengan kedalaman spiritual. Manajer yang diharapkan adalah pemimpin yang handal
tanpa melupakan sisi kerohanian.
Kepribadian sehat menurut Eric Fromm adalah
teori yang
menggunakan pendekatan sosial psikologis dimana pemusatan perhatianya pada
penguraian cara-cara dimana struktur dan dinamika-dinamika masyarakat tertentu
membentuk para anggotanya sehingga karakter para anggota tersebut sesuai dengan
nilai yang ada pada masyarakat . Karena pada dasarnya manusia terpisah dari
alam dan dari sesamanya maka cara mempersatukan adalah melalui belajar
bagaimana mencitai atau bagaimana meemukan keamanan dengan menyelaraskan
keinginannya dengan masyarakat yang otoriter , karna manusia adalah mahluk yang
memiliki kesadran pikiran akal sehat daya akal, kesanggupan untuk mencintai ,
perhatian tanggung jawab integritas bisa di lukai mengalami kesedihan sehingga
apbila dalam kaitanya manusia kurang dalam menanggapi hal yang di sebutkan
tersebut maka manusia tersebut bisa di katakan tidak sehat secara mental
menurut Eric fromm .
Kebutuhan
dasar manusia menurut eric fromm :
1. Kebutuhan akan keberhubungan
kebutuhan ini adalah secara spesifik aktif dan produktif mencintai orang lain .
2.
Kebutuhan akan trandensi mengungguli alam menjadi mahluk yang kreatif
Kebutuhan akan kemantapan ingin meiliki rasa bersahaja pada dunia dan orang
lain supaya dapat beradaptasi di dunia .
3. Kebutuhan
akan idenditas brusaha untuk memiliki rasa idenditas personal dan keunikan guna
menciptakan rasa yang terlepas dari dunia.
4.
Kebutuhan
akan kerangka orientasi untukmencptakan rasa yang terlepas dari dunia. Hal
kebutuhan tersebut adalah sifat alamiah dari manusia menurut fromm dan ini
berubah saat evolusi namun manivestasi dari kebutuhan ini adalah akan
memunculkan potensi-potensi batiniah di tentukan oleh aturan-aturan sosial di
mana ia hidup dan kepribadian seseorang berkembang menurut
kesempatan-kesempatan yang di berikan kepadanya oleh masyarakat tertentu .
Sehingga kepribadian sehat menurut
Eric from adalah penyesuaian diri seseorang dalam masyarakat merupakan kompromi
antara kebutuhan-kebutuahn batin dan tuntutan dari luar dan seseorang
menerapkan kerakter sosial untuk memenuhi harapan masyarakat kepribadian sehat
juga adanya keinginan untuk mencintai dan di cintai .
E. STRESS
1.
Pengertian Stress
a.
Arti penting stress
Stress merupakan suatu keadaan tertekan, baik secara
fisik maupun psikologis. Dapat dikatakan juga stress adalah reaksi tubuh
terhadap situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi, dan
lain-lain.
GAS (General Adaptation Syndrom) merupakan respon
fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stress. Respon yang terlibat didalamnya
adalah sistem saraf otonom dan sistem endokrin.
· Efek-efek stress menurut Hans
Selye
Menurut Hans
Selye, “Stress adalah respon manusia yang bersifat nonspesifik terhadap setiap
tuntutan kebutuhan yang ada dalam dirinya.”
Biasanya yang menyebabkan diri individu mengalami
stress berasal dari keadaan atau kondisi keluarga,seperti salah pola asuh,
broken home, keadaan ekonomi yang sulit, serta kurangnya kecocokan dengan
aturan keluarga. Itu semua hanya sebagian kecil faktor individu yang
menyebabkan stress.
·
Faktor-faktor individual dan social yang menjadi penyebab stress
Seseorang mengalami stress bukan hanya karena faktor
individu saja, melainkan dikarenakan faktor sosialnya juga. Faktor sosial yang
dimaksud seperti disebabkan karena bencana alam (gempa bumi, tsunami, longsor,
banjir, kebakaran, dan lain-lain). Karena sebab-sebab itulah biasanya individu
tersebut merasakan goncangan yang sangat kuat dan jika individu tersebut tidak
bias terima keadaan tersebut maka akan menyebabkan seseorang mengalami stress.
General
Adaptation Syndrom (GAS)
a. Fase Alarm ( Waspada)
Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Reaksi psikologis “fight or flight” dan reaksi fisiologis. Tanda fisik : curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala stress memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh menurun
Fase alarem melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh seperti pengaktifan hormon yang berakibat meningkatnya volume darah dan akhirnya menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepas untuk meningkatkan kadar gula darah yang bertujuan untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi, teraktifasinya epineprin dan norepineprin mengakibatkan denyut jantung meningkat dan peningkatan aliran darah ke otot. Peningkatan ambilan O2 dan meningkatnya kewaspadaan mental.
Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan “ respons melawan atau menghindar “. Respon ini bisa berlangsung dari menit sampai jam. Bila stresor masih menetap maka individu akan masuk ke dalam fase resistensi.
b. Fase Resistance (Melawan)
Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stress. Bila teratasi à gejala stress menurun à tau normal
tubuh kembali stabil, termasuk hormon, denyut jantung, tekanan darah, cardiac out put. Individu tersebut berupaya beradaptasi terhadap stressor, jika ini berhasil tubuh akan memperbaiki sel – sel yang rusak. Bila gagal maka individu tersebut akan jatuh pada tahapa terakhir dari GAS yaitu : Fase kehabisan tenaga.
c. Fase Exhaustion (Kelelahan)
Merupakan fase perpanjangan stress yang belum dapat tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, dll. Bila usaha melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan dapat mengakibatkan kematian.
Tahap ini cadangan energi telah menipis atau habis, akibatnya tubuh tidak mampu lagi menghadapi stres. Ketidak mampuan tubuh untuk mepertahankan diri terhadap stressor inilah yang akan berdampak pada kematian individu tersbut.
a. Fase Alarm ( Waspada)
Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Reaksi psikologis “fight or flight” dan reaksi fisiologis. Tanda fisik : curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala stress memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh menurun
Fase alarem melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh seperti pengaktifan hormon yang berakibat meningkatnya volume darah dan akhirnya menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepas untuk meningkatkan kadar gula darah yang bertujuan untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi, teraktifasinya epineprin dan norepineprin mengakibatkan denyut jantung meningkat dan peningkatan aliran darah ke otot. Peningkatan ambilan O2 dan meningkatnya kewaspadaan mental.
Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan “ respons melawan atau menghindar “. Respon ini bisa berlangsung dari menit sampai jam. Bila stresor masih menetap maka individu akan masuk ke dalam fase resistensi.
b. Fase Resistance (Melawan)
Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stress. Bila teratasi à gejala stress menurun à tau normal
tubuh kembali stabil, termasuk hormon, denyut jantung, tekanan darah, cardiac out put. Individu tersebut berupaya beradaptasi terhadap stressor, jika ini berhasil tubuh akan memperbaiki sel – sel yang rusak. Bila gagal maka individu tersebut akan jatuh pada tahapa terakhir dari GAS yaitu : Fase kehabisan tenaga.
c. Fase Exhaustion (Kelelahan)
Merupakan fase perpanjangan stress yang belum dapat tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, dll. Bila usaha melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan dapat mengakibatkan kematian.
Tahap ini cadangan energi telah menipis atau habis, akibatnya tubuh tidak mampu lagi menghadapi stres. Ketidak mampuan tubuh untuk mepertahankan diri terhadap stressor inilah yang akan berdampak pada kematian individu tersbut.
2. Tipe-tipe
Stress
Tipe-tipe stress terbagi menjadi empat, yaitu :
a) Tekanan –
konflik
- Tekanan
Biasanya tekanan muncul tidak hanya dalam diri
sendiri, mealinkan di luar diri juga. Karena biasanya apa yang menjadi
pandangan kita terkadang bertentangan dengan pandangan orang tua, itu yang
terkadang menjadi salah satu tekanan psikologis bagi seorang anak yang akan
menimbulkan stress pada anak tersebut.
- Konflik
Perbedaan pendapat, perbedaan cara pandang bahkan
perbedaan pandangan dalam mencapai suatu tujuan itu akan menimbulkan koflik.
Biasanya tidak hanya konflik dengan diri sendiri, banyak juga konflik ini
terjadi antar beberapa orang, kelompok, bahkna organisasi.
b) Frustasi – kecemasan
Frustasi
Suatu kondisi psikologis yang tidak menyenangkan
sebagai akibat terhambatnya seseorang dalam mencapai apa yang diinginkannya.
- Kecemasan
Khawatir, gelisah, takut dan perasaan semacamnya itu
merupakn suatu tanda atau sinyal seseorang mengalami kecemasan. Biasanya
kecemasan di timbulkan karena adanya rasa kurang nyaman, rasa tidak aman atau
merasa terancam pada dirinya.
c. Pendekatan problem solving terhadap stress
Proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah
dan memecahkan masalah berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga
dapat diambil kesimpulan yang cermat dan akurat. Atau ketika kita mendapatkan
masalah dan membuat kita stress, lebih baik kita berdoa dan memohon petunjuk
dari yang Maha Kuasa.
Strategi coping yang spontan
mengatasi stress
Menurut Lazanus, penanganan stress atau coping terdiri
dari dua bentuk, yaitu :
Problem-Pocused Coping (coping yang
berfokus pada masalah)
Penanganan stress atau coping yang digunakan oleh
individu yang mengahadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
- Emotional-Pocused Coping (coping yang
berfokus pada emosi)
Penanganan stress dimana individu memberikan respon
terhadap situasi stress dengan cara emosional, terutama dengan penilaian
defensive.
3. RESPON
FISIOLOGI TERHADAP STRESS
Hans Selye (1946,1976) telah melakukan riset terhadap 2 respon fisiologis tubuh terhadap stress : Local Adaptation Syndrome (LAS) dan General Adaptation Syndrome (GAS).
1. Local Adaptation Syndrom (LAS)
Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stress. Respon setempat ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dll. Responnya berjangka pendek.
Hans Selye (1946,1976) telah melakukan riset terhadap 2 respon fisiologis tubuh terhadap stress : Local Adaptation Syndrome (LAS) dan General Adaptation Syndrome (GAS).
1. Local Adaptation Syndrom (LAS)
Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stress. Respon setempat ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dll. Responnya berjangka pendek.
Karakteristik dari LAS :
1. respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua system
2. respon bersifat adaptif; diperlukan stressor untuk menstimulasikannya.
3. respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.
4. respon bersifat restorative.
Mungkin anda bertanya, “ apa saja yang termasuk ke dalam LAS ?”. sebenarnya respon LAS ini banyak kita temui dalam kehidupan kita sehari – hari seperti yang diuraikan dibawah ini :
a. Respon inflamasi
respon ini distimulasi oleh adanya trauma dan infeksi. Respon ini memusatkan diri hanya pada area tubuh yang trauma sehingga penyebaran inflamasi dapat dihambat dan proses penyembuhan dapat berlangsung cepat. Respon inflamasi dibagi kedalam 3 fase :
• fase pertama :
adanya perubahan sel dan system sirkulasi, dimulai dengan penyempitan pembuluh darah ditempat cedera dan secara bersamaan teraktifasinya kini,histamin, sel darah putih. Kinin berperan dalam memperbaiki permeabilitas kapiler sehingga protein, leucosit dan cairan yang lain dapat masuk ketempat yang cedera tersebut.
• Fase kedua :
pelepasan eksudat. Eksudat adalah kombinasi cairan dan sel yang telah mati dan bahan lain yang dihasilkan ditempat cedera.
• Fase ketiga :
Regenerasi jaringan dan terbentuknya jaringan parut.
b. Respon refleks nyeri
respon ini merupakan respon adaptif yang bertujuanmelindungi tubuh dari kerusakan lebih lanjut. Misalnya mengangkat kaki ketika bersentuhan dengan benda tajam.
1. respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua system
2. respon bersifat adaptif; diperlukan stressor untuk menstimulasikannya.
3. respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.
4. respon bersifat restorative.
Mungkin anda bertanya, “ apa saja yang termasuk ke dalam LAS ?”. sebenarnya respon LAS ini banyak kita temui dalam kehidupan kita sehari – hari seperti yang diuraikan dibawah ini :
a. Respon inflamasi
respon ini distimulasi oleh adanya trauma dan infeksi. Respon ini memusatkan diri hanya pada area tubuh yang trauma sehingga penyebaran inflamasi dapat dihambat dan proses penyembuhan dapat berlangsung cepat. Respon inflamasi dibagi kedalam 3 fase :
• fase pertama :
adanya perubahan sel dan system sirkulasi, dimulai dengan penyempitan pembuluh darah ditempat cedera dan secara bersamaan teraktifasinya kini,histamin, sel darah putih. Kinin berperan dalam memperbaiki permeabilitas kapiler sehingga protein, leucosit dan cairan yang lain dapat masuk ketempat yang cedera tersebut.
• Fase kedua :
pelepasan eksudat. Eksudat adalah kombinasi cairan dan sel yang telah mati dan bahan lain yang dihasilkan ditempat cedera.
• Fase ketiga :
Regenerasi jaringan dan terbentuknya jaringan parut.
b. Respon refleks nyeri
respon ini merupakan respon adaptif yang bertujuanmelindungi tubuh dari kerusakan lebih lanjut. Misalnya mengangkat kaki ketika bersentuhan dengan benda tajam.
Bagaimana dengan GAS. Gas merupakan respon
fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres. Respon yang terlibat didalamanya
adalah sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Di beberapa buku teks GAS
sering disamakan dengan Sistem Neuroendokrin.
Pendekatan
problem solving terhadap stress
Strategi
coping yang spontan mengatasi stress
Taylor (1991) mengemukakan 8 strategi coping yang
berbeda: (a) Konfrontasi, (b) mencari dukungan sosial, (c) merencanakan
pemecahan masalah dikaitkan dengan ‘problem-focused coping’. Strategi coping
lainnya memfokuskan pada pengaturan emosi: (d) kontrol diri, (e) membuat jarak,
(f) penilaian kembali secara positif (positive
reappraisal), (g) menerima tanggung jawab dan (h) lari/penghindaran (escape/avoidance) (Taylor, 1991). Tetapi
penelitian lainnya menetapkan jumlah dan jenis strategi coping yang berbeda.
Contohnya, Cohen & Lazarus (1983) memberikan 5 cara coping, Vingerhoets
dkk. (1990) 7 cara dan Sarafino (1990) mengidentifikasi 6 cara coping. Carver,
Scheier dkk bahkan memberikan 13 skala yang berbeda (Eiser, 1990).
Perlu diketahui, bahwa tidak ada satu pun metode yang
dapat digunakan untuk semua situasi stress. Tidak ada strategi coping yang
paling berhasil. Strategi coping yang paling efektif adalah strategi yang
sesuai dengan jenis stress dan situasi (Rutter, 1983). Keberhasilan coping
lebih tergantung pada penggabungan strategi coping yang sesuai dengan ciri
masing-masing kejadian yang penuh stress, dari pada mencoba menemukan satu
strategi coping yang paling berhasil (Taylor, 1991).
E. PENGERTIAN
Penyesuaian diri
dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal
adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari
tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation),
penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri
sebagai usaha penguasaan (mastery) .Pada mulanya penyesuaian diri
diartikan sama dengan adaptasi (adaptation),
padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam
arti fisik, fisiologis, atau biologis. Misalnya, seseorang yang pindah tempat
dari daerah panas ke daerah dingin harus beradaptasi dengan iklim yang berlaku
di daerah dingin tersebut.
Menurut
Kartono (2000), penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni
pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga permusuhan, kemarahan,
depresi, dan emosi negatif lain sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan
kurang efisien bisa dikikis.
Ali dan Asrori (2005) juga
menyatakan bahwa penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang
mencakup respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar
dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi,
konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari
dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu
berada.
B. Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri
Menurut
Sunarto dan Hartono (1995) terdapat bentuk-bentuk dari penyesuaian diri, yaitu:
1. Penyesuaian diri positif ditandai dengan hal-hal sebagai
berikut:
- Tidak adanya ketegangan emosional.
- Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis.
- Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi.
- Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri.
- Mampu dalam belajar.
- Menghargai pengalaman.
- Bersikap realistik dan objektif.
Dalam
melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukannya dalam
berbagai bentuk, antara lain:
- Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung. Individu secara langsung menghadapi masalah dengan segala akibatnya. Misalnya seorang siswa yang terlambat dalam menyerahkan tugas karena sakit, maka ia menghadapinya secara langsung, ia mengemukakan segala masalahnya kepada guru.
- Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan). Individu mencari bahan pengalaman untuk dapat menghadapi dan memecahkan masalahnya. Misal seorang siswa yang merasa kurang mampu dalam mengerjakan tugas, ia akan mencari bahan dalam upaya menyelesaikan tugas tersebut, dengan membaca buku, konsultasi, diskusi, dan sebagainya.
- Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba. Individu melakukan suatu tindakan coba-coba, jika menguntungkan diteruskan dan jika gagal tidak diteruskan.
C. Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah
yaitu:
- Reaksi bertahan (defence reaction)
Individu berusaha untuk
mempertahankan diri, seolah-olah tidak menghadapi kegagalan. Bentuk khusus
reaksi ini antara lain:
- Rasionalisasi, yaitu bertahan dengan mencari-cari alasan untuk membenarkan tindakannya.
- Represi, yaitu berusaha melupakan pengalamannya yang kurang menyenangkan. Misalnya seorang pemuda berusaha melupakan kegagalan cintanya dengan seorang gadis.
- Proyeksi, yaitu melempar sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain untuk mencari alasan yang dapat diterima. Misalnya seorang siswa yang tidak lulus mengatakan bahwa gurunya membenci dirinya.
- Sour grapes (anggur kecut), yaitu dengan memutarbalikkan kenyataan. Misalnya seorang siswa yang gagal mengetik, mengatakan bahwa mesin tik-nya rusak, padahal dia sendiri tidak bisa mengetik.
- Reaksi menyerang (aggressive reaction)
Reaksi-reaksi
menyerang nampak dalam tingkah laku : selalu membenarkan diri sendiri, mau
berkuasa dalam setiap situasi, mau memiliki segalanya, bersikap senang
mengganggu orang lain, menggertak baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan,
menunjukkkan sikap permusuhan secara terbuka, menunjukkan sikap menyerang dan
merusak, keras kepala dalam perbuatannya, bersikap balas dendam, memperkosa hak
orang lain, tindakan yang serampangan, marah secara sadis.
- Reaksi melarikan diri (escape reaction)
Reaksi
melarikan diri, nampak dalam tingkah laku seperti berfantasi, yaitu memuaskan
keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk angan-angan, banyak tidur,
minum-minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu ganja, narkotika, dan regresi
yaitu kembali kepada tingkah laku yang tipis pada tingkat perkembangan yang
lebih awal, misalnya orang dewasa yang bersikap dan berwatak seperti anak
kecil, dan lain-lain.
F.
PERTUMBUHAN PERSONAL
A.
Pengertian pertumbuhan personal :
Manusia merupakan makhluk
individu. Manusia itu disebut individu apabila pola tingkah lakunya bersifat
spesifik dirinya dan bukan lagi mengikuti pola tingkah laku umum. Ini berarti
bahwa individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan
yang khas didalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian
serta pola tingkah laku spesifik dirinya. Kepribadian suatu individu tidak
sertamerta langsung terbentuk, akan tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi
sedikit dan melalui proses yang panjang.
Setiap individu pasti akan mengalami
pembentukan karakter atau kepribadian. Dan hal itu membutuhkan proses yang
sangat panjang dan banyak faktor yang mempengaruhinya terutama lingkungan
keluarga. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah kerabat yang paling dekat
dan kita lebih banyak meluangkan waktu dengan keluarga. Setiap keluarga pasti
menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan
mempengaruhi dalam pertumbuhan individu. Bukan hanya dalam lingkup keluarga,
tapi dalam lingkup masyarakat pun terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan
hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan individu.
Dengan adanya naluri yang
dimiliki suatu individu, dimana ketika dapat melihat lingkungan di sekitarnya
maka secara tidak langsung maka individu akan menilai hal-hal di sekitarnya
apakah hal itu benar atau tidak, dan ketika suatu individu berada di
dalam masyarakat yang memiliki suatu norma-norma yang berlaku maka
ketika norma tersebut di jalankan akan memberikan suatu pengaruh dalam
kepribadian, misalnya suatu individu ada di lingkungan masyarakat yang disiplin
yang menerapkan aturan-aturan yang tegas maka lama-kelamaan pasti akan
mempengaruhi dalam kepribadian sehingga menjadi kepribadian yang disiplin,
begitupun dalam lingkungan keluarga, semisal suatu individu berada di lingkup
keluarga yang religius maka individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi yang
religius.
Terjadinya perubahan pada seseorang
secara tahap demi tahap karena pengaruh baik dari pengalamaan atau empire luar
melalui panca indra yang menimbulkan pengalaman dalam mengenai keadaan batin
sendiri yang menimblkan reflexions.
B.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan individu, yaitu:
1. Faktor Biologis
Semua manusia normal dan sehat pasti
memiliki anggota tubuh yang utuh seperti kepala, tangan , kaki dan lainya. Hal
ini dapat menjelaskan bahwa beberapa persamaan dalam kepribadian dan perilaku.
Namun ada warisan biologis yang bersifat khusus. Artinya, setiap individu tidak
semua ada yang memiliki karakteristik fisik yang sama.
2.
Faktor Geografis
Setiap lingkungan fisik yang baik
akan membawa kebaikan pula pada penghuninya. Sehingga menyebabkan hubungan
antar individu bisa berjalan dengan baik dan mencimbulkan kepribadian setiap
individu yang baik juga. Namun jika lingkungan fisiknya kurang baik dan tidak
adanya hubungan baik dengan individu yang lain, maka akan tercipta suatu
keadaan yang tidak baik pula.
3.
Faktor Kebudayaan Khusus
Perbedaan kebuadayaan dapat
mempengaruhi kepribadian anggotanya. Namun, tidak berarti semua individu yang
ada didalam masyarakat yang memiliki kebudayaan yang sama juga memiliki
kepribadian yang sama juga.
Dari semua faktor-faktor di
atas dan pengaruh dari lingkungan sekitar seperti keluarga dan masyarakat maka
akan memberikan pertumbuhan bagi suatu individu.
*Aliran
asosiasi
perubahan
terhadap seseorang secara bertahap karena pengaruh dan pengalaman atau empiri
(kenyataan) luar, melalui panca indera yang menimbulkan sensasiton (perasaan)
maupun pengalaman mengenai keadaan batin sendiri yang menimbulkan reflektion.
*Psikologi
gestalt
pertumbuhan
adalah proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal
sesuatu secara keseluruhan, baru kemudian mengenal bagian-bagian dari
lingkungan yang ada.
*Aliran
sosiologi
Pertumbuhan
adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat yang semula asosial
maupun sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan.
Pertumbuhan
individu sangat penting untuk dijaga dari sejak lahir agar bisa tumbuh menjadi
individu yang baik dan berguna untuk sesamanya.
G.
HUBUNGAN
INTERPERSONAL
Komunikasi yang efektif ditandai
dengan hubungan interpersonal yang baik, kegagalan komunikasi sekunder terjadi
bila isi pesan kita dipahami, tetapi hubungan di antara komunikasi menjadi
rusak. “ komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi
hubungan interpersonal barangkali yang paling penting,” tulis Anita Taylor et
al.(1977:187). “Banyak penyebab dari rintangan komunikasi berakibat kecil saja
bila ada hubungan baik di antara komunikan. Sebaliknya, pesan yang paling
jelas, paling tegas, paling cermat tidak dapat menghindari kegagalan, jika
terjadi hubungan yang jelek.”Pandangan bahwa komunikasi mendefinisikan hubungan
interpersonal telah dikemukakan Ruesch dan Bateson (1951) pada tahun 1950-an.
Gagasan ini dipopulerkan di kalangan komunikasi oleh Watzlawick, Beavin, dan
Jackson(1967) dengan buku mereka Pragmatics of Human Communication. psikolog
pun mulai menaruh minat yang besar pada hubungan interpersonal seperti tampak
pada tulisan Fordon W.Allport (1960), Erich Fromm (1962), Martin Buber (1957),
Carl Rogers (1951). Semua mewakili mazhab psikologi humanistic. Belakangan
Arnold P.Goldstein (1975) mengembangkan apa yang disebut sebagai
“relationship-enchancement methods” (metode peningkatan hubungan) dalam
psikoterapi. Lame rumuskan metode ini tiga prinsip : makin baik hubungan
interpersonal, (1) makin terbuka pasien mengungkapkan perasaannya, (2) makin
cenderung ia meneliti perasaannya secara mendalam beserta penolongnya
(psikolog), dan (3) makin cenderung ia mendengar dengan penuh perhatian dan
bertindak atas nasihat yang diberikan penolongnya.
A.
MODEL-MODEL
HUBUNGAN ITERPERSONAL
Ada 4 model hubungan interpersonal yaitu meliputi :
1.
Model pertukaran sosial (social exchange model)
Hubungan interpersonal diidentikan dengan suatu transaksi dagang. Orang berinteraksi karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Artinya dalam hubungan tersebut akan menghasilkan ganjaran (akibat positif) atau biaya (akibat negatif) serta hasil / laba (ganjaran dikurangi biaya).
Hubungan interpersonal diidentikan dengan suatu transaksi dagang. Orang berinteraksi karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Artinya dalam hubungan tersebut akan menghasilkan ganjaran (akibat positif) atau biaya (akibat negatif) serta hasil / laba (ganjaran dikurangi biaya).
2. Model
peranan (role model)
Hubungan interpersonal diartikan sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang memainkan peranannya sesuai naskah yang dibuat masyarakat. Hubungan akan dianggap baik bila individu bertindak sesuai ekspetasi peranan (role expectation), tuntutan peranan (role demands), memiliki ketrampilan (role skills) dan terhindar dari konflik peranan. Ekspetasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan yang berkaitan dengan posisi tertentu, sedang tuntutan peranan adalah desakan sosial akan peran yang harus dijalankan. Sementara itu ketrampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.
Hubungan interpersonal diartikan sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang memainkan peranannya sesuai naskah yang dibuat masyarakat. Hubungan akan dianggap baik bila individu bertindak sesuai ekspetasi peranan (role expectation), tuntutan peranan (role demands), memiliki ketrampilan (role skills) dan terhindar dari konflik peranan. Ekspetasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan yang berkaitan dengan posisi tertentu, sedang tuntutan peranan adalah desakan sosial akan peran yang harus dijalankan. Sementara itu ketrampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.
3. Model
permainan (games people play model)
Model menggunakan pendekatan analisis transaksional. Model ini menerangkan bahwa dalam berhubungan individu-individu terlibat dalam bermacam permaianan. Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3 bagian yaitu :
• Kepribadian orang tua (aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau yang dianggap sebagi orang tua).
• Kepribadian orang dewasa (bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional)
• Kepribadian anak (kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan). Pada interaksi individu menggunakan salah satu kepribadian tersebut sedang yang lain membalasnya dengan menampilkan salah satu dari kepribadian tersebut. Sebagai contoh seorang suami yang sakit dan ingin minta perhatian pada istri (kepribadian anak), kemudian istri menyadari rasa sakit suami dan merawatnya (kepribadian orang tua).
Model menggunakan pendekatan analisis transaksional. Model ini menerangkan bahwa dalam berhubungan individu-individu terlibat dalam bermacam permaianan. Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3 bagian yaitu :
• Kepribadian orang tua (aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau yang dianggap sebagi orang tua).
• Kepribadian orang dewasa (bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional)
• Kepribadian anak (kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan). Pada interaksi individu menggunakan salah satu kepribadian tersebut sedang yang lain membalasnya dengan menampilkan salah satu dari kepribadian tersebut. Sebagai contoh seorang suami yang sakit dan ingin minta perhatian pada istri (kepribadian anak), kemudian istri menyadari rasa sakit suami dan merawatnya (kepribadian orang tua).
4. Model
Interaksional (interacsional model)
Model ini memandang hubungann interpersonal sebagai suatu sistem . Setiap sistem memiliki sifat struktural, integratif dan medan. Secara singkat model ini menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.
Model ini memandang hubungann interpersonal sebagai suatu sistem . Setiap sistem memiliki sifat struktural, integratif dan medan. Secara singkat model ini menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.
B. Memulai hubungan
Adapun tahap-tahap dalam hubungan
interpersonal yakni meliputi :
1.
Pembentukan.
Tahap ini sering disebut juga
dengan tahap perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari
proses perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh
usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya.
Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai
pihak yang lain. Bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses
mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data
demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya.
Menurut Charles R. Berger
informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori, yaitu:
a.
informasi
demografis
b.
sikap dan
pendapat (tentang orang atau objek).
c.
rencana yang akan datang.
d.
kepribadian.
e.
perilaku pada
masa lalu.
f.
orang lain
serta,
g.
hobi dan minat.
2. Peneguhan Hubungan.
Hubungan interpersonal tidaklah
bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan
interpersonal, diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan
keseimbangan. Ada empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini,
yaitu:
A.
Keakraban (pemenuhan kebutuhan akan kasih
sayang antara komunikan dan komunikator).
B.
Kontrol (kesepakatan antara kedua belah pihak
yang melakukan komunikasi dan menentukan siapakah yang lebih dominan didalam
komunikasi tersebut).
C.
Respon yang tepat (feedback atau umpan balik
yang akan terima jangan sampai komunikator salah memberikan informasi sehingga
komunikan tidak mampu memberikan feedback yang tepat).
D.
Nada emosional yang tepat (keserasian suasana
emosi saat komunikasi sedang berlangsung).
C. Intimasi
dan hubungan pribadi
Pendapat beberapa ahli mengenai
intimasi, di antara lain yaitu :
a) Shadily dan Echols (1990) mengartikan intimasi sebagai kelekatan yang kuat
yang didasarkan oleh saling percaya dan kekeluargaan.
b) Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku
penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang
lain.
c)
Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah
ikatan emosional antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama
lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih
bersifat sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.
d) Levinger & Snoek (Brernstein dkk, 1988) merupakan suatu bentuk hubungan
yang berkembang dari suatu hubungan yang bersifat timbal balik antara dua individu.
Keduanya saling berbagi pengalaman dan informasi, bukan saja pada hal-hal yang
berkaitan dengan fakta-fakta umum yang terjadi di sekeliling mereka, tetapi
lebih bersifat pribadi seperti berbagi pengalaman hidup, keyakinan-keyakinan,
pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi dalam hidup. Pada tahap ini akan terbentuk
perasaan atau keinginan untuk menyayangi, memperdulikan, dan merasa bertangung
jawab terhadap hal-hal tertentu yang terjadi pada orang yang dekat dengannya.
e) Atwater (1983) mengemukakan bahwa intimasi mengarah pada suatu
hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang
diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan
pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang
terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna
untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan
yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan
membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk
merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang
diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan
pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang
terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna
untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan
yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan
membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk
merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
Dalam suatu
hubungan juga perlu adanya companionate love, passionate love dan intimacy
love. Karena apabila kurang salah satu saja di dalam suatu hubungan atau
mungkin hanya salah satu di antara ketiganya itu di dalam suatu hubungan maka
yang akan terjadi adalah hubungan tersebut tidak akan berjalan dengan langgeng
atau awet, justru sebaliknya setiap pasangan tidak merasakan kenyamanan dari
pasangannya tersebut sehingga yang terjadi adalah hubungan tersebut bubar dan
tidak akan ada lagi harapan untuk membangun hubungan yang harmonis dan
langgeng.
Komunikasi
yang selalu terjaga, kepercayaan, kejujuran dan saling terbuka pun menjadi
modal yang cukup untuk membina hubungan yang harmonis. Maka jangan kaget
apabila komunikasi kita dengan pasangan tidak berjalan dengan mulus atau selalu
terjaga bisa jadi hubungan kita akan terancam bubar atau hancur. Tentu saja itu
akan menyakitkan hati kita dan setiap pasangan di dunia ini pun tidak pernah
menginginkan hal berikut.
D. Intimasi
dan pertumbuhan
Apapun alasan untuk berpacaran,
untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah cinta. Keintiman tidak
akan bertumbuh jika tidak ada cinta . Keintiman berarti proses menyatakan siapa
kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi diri
sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita kepada pasangan kita.
Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun menunjukkan lapisan
demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan kita.
Keinginan setiap pasangan adalah
menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati, dianggap berharga oleh
pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi tempat ternyaman bagi
kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan dan dukungan ada
didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk bisa terbuka
terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena :
(1) kita tidak mengenal dan tidak
menerima siapa diri kita secara utuh.
(2) kita tidak menyadari bahwa
hubungan pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan.
(3) kita tidak percaya pasangan kita
sebagai orang yang dapat dipercaya untuk memegang rahasia.
(4) kita dibentuk menjadi orang yang
berkepribadian tertutup.
(5) kita memulai pacaran bukan
dengan cinta yang tulus .
H.
CINTA DAN PERKAWINAN
A.
Bagaiamana
memilih pasangan
Jika kita ditanya orang lain, ingin kriteria seperti apa untuk pasangan
hidup kita kelak? pasti beragam jawabnya.. ada yang ingin suami cakep atau
istri yang cantik, ada yang ingin punya suami kaya raya atau setidaknya mertua
yang kaya raya, atau pasangan hidup yang sholeh dan sholikhah... banyak sekali
pilihannya...
Lantas bagaimana jika kita tidak bisa milih sendiri alias dijodohkan.. mungkin ada yang pasrah seperti cerita Siti Nurbaya, ada yang biasa aja, ada yang berontak membikin acara minggat dari rumah, bahkan yang paling parah nih sampai niat bunuh diri.
Lantas bagaimana jika kita tidak bisa milih sendiri alias dijodohkan.. mungkin ada yang pasrah seperti cerita Siti Nurbaya, ada yang biasa aja, ada yang berontak membikin acara minggat dari rumah, bahkan yang paling parah nih sampai niat bunuh diri.
Nah saya akan memberikan beberapa tips memilih pasangan hidup. (ini
berdasarkan pengalaman penulis)
Pada dasarnya memilih pasangan hidup itu berdasarkan tiga kriteria dasar yaitu :
Pada dasarnya memilih pasangan hidup itu berdasarkan tiga kriteria dasar yaitu :
- COCOK JADI ANAK DARI ORANG TUA KITA
- COCOK JADI AYAH / IBU DARI ANAK-ANAK KITA KELAK
- COCOK JADI SUAMI / ISTRI KITA
Akan kita bahas satu persatu ya
- Cocok Jadi Anak Dari Orang Tua Kita
Terus terang bagi saya itu orang tua adalah yang paling utama, makanya saya
tempatkan kriteria ini di nomer pertama. Kita semua pasti ingin donk pasangan
hidup kita bisa akur dengan orang tua kita.
Memang terkadang orang tua terkesan 'cerewet' dalam menilai calon pasangan
kita.. yang harus inilah.. yang harus itulah.. tp jangan berburuk sangka dulu.
berpikir positiflah dahulu bahwa itu adalah bentuk kekhawatiran orang tua kita
terhadap kehidupan kita kelak. Mulailah pelajari apa aja keinginan orang tua
sebenarnya dan komunikasi yang baik adalah caranya. Diskusi sambil minum teh
atau pada saat relaks nonton TV bareng. Saya rasa orang tua sendiri juga sudah
bisa menyadari bahwa tidak semua kriteria yang ditetapkannya itu bisa kita
penuhi, jadi anda jangan langsung menjawab
dengan nada protes jika ada kriteria dari orang tua yang tidak anda sukai.
Santai aja teman...
Ibaratnya anda tidak akan bisa langsung menghentikan laju jalan orang yang berbadan jauh lebih tinggi dan besar dengan cara menghadangnya langsung tanpa melukai diri sendiri. Iringi dia jalan, ajak bicara dan rangkul dia sambil perlahan-lahan belokan atau hentikan jalannya.
- Cocok Jadi Ayah / Ibu Dari Anak-anak Kita Kelak
Ini adalah kriteria kedua yang saya tetapkan. Nggak mau donk anak-anak kita
terlantar gara-gara suami / istri kita nggak perhatian dengan anak kita. Orang
tua harus perhatian kepada anak entah itu masalah pendidikannya (baik
pendidikan agama ataupun formal), kesehatannya, keperluannya, dan lain2. karena
itu adalah salah satu cara membentuk pribadi anak kita.
- Cocok Jadi Suami / Istri Kita
Ini adalah kriteria yang terakhir. Saya menempatkannya di posisi terakhir
bukan berarti saya harus mengalah dan menomor kesekiankan keinginan pribadi
saya. Saya juga mau punya istri yang cantik, seksi, pinter masak, atau apalah
kriteria-kriteria menarik lainnya. saya menempatkan di posisi terakhir itu
karena kriteria ini lebih mudah dicari daripada 2 kriteria diatas. Banyak kok
di dunia ini cowok yang ganteng dan gagah atau cewek yang cantik dan seksi...
tinggal pilih aja ( masalahnya cuma satu, mereka mau nggak dengan kita hahaha )
Itulah penjelasan ketiga kriteria yang saya terapkan dalam memilih pasangan hidup saya. Jujur sejujurnya, dalam masa pencarian saya, terutama untuk kriteria pertama dan kedua, saya bahkan harus 'memendam agak dalam' perasaan 'CINTA' di hati saya karena harus bolak-balik putus-ganti-putus-ganti dengan beberapa orang gadis. Bukan berarti mereka banyak 'kekurangan' sehingga tidak saya pilih, ada beberapa kasus yang justru 'kekurangan' tersebut berasal dari saya ( tapi mohon maaf tidak bisa saya sebutkan disini ^_^a ). Waktu itu saya cuma yakin bahwa cinta itu bisa datang belakangan dengan sendirinya seiring berjalannya waktu, dan ternyata memang seperti itu.
Itulah penjelasan ketiga kriteria yang saya terapkan dalam memilih pasangan hidup saya. Jujur sejujurnya, dalam masa pencarian saya, terutama untuk kriteria pertama dan kedua, saya bahkan harus 'memendam agak dalam' perasaan 'CINTA' di hati saya karena harus bolak-balik putus-ganti-putus-ganti dengan beberapa orang gadis. Bukan berarti mereka banyak 'kekurangan' sehingga tidak saya pilih, ada beberapa kasus yang justru 'kekurangan' tersebut berasal dari saya ( tapi mohon maaf tidak bisa saya sebutkan disini ^_^a ). Waktu itu saya cuma yakin bahwa cinta itu bisa datang belakangan dengan sendirinya seiring berjalannya waktu, dan ternyata memang seperti itu.
Berbicara tentang memulai hubungan dengan tanpa rasa cinta, saya ingin
menyarankan kepada teman-teman yang dijodohkan oleh orang tuanya untuk tidak
langsung bilang 'TIDAK' terlebih dahulu. Alangkah baiknya anda kenal dulu
'jodoh' yang diberikan oleh orang tua anda. Memang sih ini bukan jamannya Siti
Nurbaya, tapi apakah anda yakin bahwa 'jodoh' pilihan anda sendiri itu lebih
baik dari 'jodoh' yang dikenalkan oleh orang tua anda?? Mungkin anda bisa
belajar dari orang-orang sekitar anda. Teman saya sendiri dijodohkan dan usia
perkawinannya sekarang 7 tahun, juga tidak ada masalah yang berarti.
Saya tidak menyarankan bahwa memulai hubungan harus tanpa rasa cinta karena
bagaimanapun rasa cinta itu adalah sebuah anugerah yang indah yang diberikan
oleh Allah SWT. Memulai hubungan dengan rasa cinta itu sangatlah baik, tapi
jika tidak memungkinkan seperti itu bukan berarti dunia mau runtuh kan....
B. Seluk-beluk hubungan dalam perkawinan
Pada umumnya salah satu tanda
kegagalan suami-istri dalam mencapai kebahagiaan perkawinan adalah perceraian.
Perceraian adalah akumulasi dari kekecewaan yang berkepanjangan yang disimpan
dalam alam bawah sadar individu. Adanya batas toleransi pada akhirnya
menjadikan kekecewaan tersebut muncul kepermukaan, sehingga keinginan untuk
bercerai begitu mudah.
Masalah diseputar perkawinan atau kehidupan
berkeluarga antara lain:
·
Kesulitan ekonomi keluarga yang kurang tercukupi.
·
Perbedaan watak.
·
Temperamen dan perbedaan kepribadian yang sangat tajam antara suami dan istri.
·
Ketidakpuasan dalam hubungan seks.
·
Kejenuhan rutinitas.
·
Hubungan antara keluarga besar yang kurang baik.
·
Adanya istilah WIL (wanita idaman lain) atau PIL (pria idaman lain).
·
Masalah harta warisan.
·
Menurunnya perhatian kedua belah pihak.
·
Domonasi dan intervensi orang tua atau mertua.
·
Kesalahpahaman antara kedua belah pihak.
Dari salah satu
masalah diatas yaitu kesalahpahaman yang menyebabkan pasangan menjadi
tersinggung, sehingga terkadang memicu adanya perceraian, merupakan masalah
yang sering terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Karena kesalahpahaman itulah
yang terkadang pasangan enggan untuk membuka komunikasi dengan pasangannya yang
kemudian menimbulkan misskomunikasi. Tanpa mereka sadari dengan keadaan seperti
itu malah akan membuat mereka sulit dalam menghadapi problem apapun. Komunikasi
yang intern dan baik akan melahirkan saling keterbukaan dan suasana keluarga
yang nyaman.
Allah juga memerintahkan kepada suami-istri untuk selalu berbuat baik.
Suami dan istri sering beranggapan bahwa masalah yang timbul akan
selesai dengan sendirinya, asalkan bersabar dan menyediakan waktu yang panjang.
Allah juga memerintahkan kepada suami-istri untuk selalu berbuat baik.
Suami dan istri sering beranggapan bahwa masalah yang timbul akan
selesai dengan sendirinya, asalkan bersabar dan menyediakan waktu yang panjang.
Namun kenyataannya masalah yang didiamkan bukan membaik, malah memburuk
seiring berjalannya waktu yang lama. Kejengkelan makin menumpuk dan
penyelesaian makin jauh di mata, kareana masalah menjadi seperti benang kusut
dan tidak tahu lagi harus memulainya dari mana. Tabungan cinta cenderung
menyusut seiring dengan berkecamuknya masalah dengan berkurangnya cinta dan
kasih sayang, berkurang pulalah semangat untuk menyelesaikan masalah. Pada
akhirnya ketidakpedulian menggantikan cinta dan makin menyesuaikan diri dalam
kehidupan yang tidak sehat ini. Dengan kata lain antara suami dan istri sudah
menemukan cara yang efektif untuk menyelesaikannya tapi tidak dilakukan
sehingga dapat menimbulkan perceraian.
C.
Penyesuaian dan pertumbuhan dalam perkawinan
Perkawinan
tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat
mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak
diukur dari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan
dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi
dalam sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam
perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan
serta terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu
saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau
persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik.
Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga
yang harmonis.
Pada dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam
sebuah perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri dan perubahan
lingkungan. Bila hanya mengharap pihak pasangan yang berubah, berarti kita
belum melakukan penyesuaian.
Banyak yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam
sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan
mampu mengelola dengan baik sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi
merusak hubungan.
D. Perceraian dan pernikahan kembali
Pernikahan
bukanlah akhir kisah indah bak dongeng cinderella, namun dalam perjalanannya,
pernikahan justru banyak menemui masalah. Menikah Kembali setelah perceraian
mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan
mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan
sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami.
Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang
berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu
untuk mengambil keputusan.
Apa yang akan mempengaruhi peluang untuk menikah
setelah bercerai? Ada banyak faktor. Misalnya seorang wanita muda pun bisa
memiliki kesempatan kurang dari menikah lagi jika dia memiliki beberapa anak.
Ada banyak faktor seperti faktor pendidikan, pendapatan dan sosial.
Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik atau
daya ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal yang
telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya
tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan karena
kegantengan, kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah
menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang baru
cenderung mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan kalau sudah terbiasa daya
tarik itu akan mulai menghilang pula. Ada kalanya, hal-hal yang sama, yang
terus-menerus kita lakukan akan membuat jenuh dalam pernikahan.
Esensi dalam pernikahan adalah menyatukan dua manusia
yang berbeda latar belakang. Untuk itu kesamaan pandangan dalam kehidupan lebih
penting untuk diusahakan bersama.
Jika ingin sukses dalam pernikahan baru, perlu
menyadari tentang beberapa hal tertentu, jangan biarkan kegagalan masa lalu
mengecilkan hati. Menikah Kembali setelah perceraian bisa menjadi pengalaman
menarik. tinggalkan masa lalu dan berharap untuk masa depan yang lebih baik.
E. Single Life
Paradigma
terhadap lajang cenderung memojokkan. pertanyaannya kapan menikah??
Ganteng-ganteng kok ga menikah? Apakah Melajang Sebuah Pilihan??
Ada banyak alasan untuk tetap melajang. Perkembangan
jaman, perubahan gaya hidup, kesibukan pekerjaan yang menyita waktu, belum
bertemu dengan pujaan hati yang cocok, biaya hidup yang tinggi, perceraian yang
kian marak, dan berbagai alasan lainnya membuat seorang memilih untuk tetap
hidup melajang. Batasan usia untuk menikah kini semakin bergeser, apalagi tingkat
pendidikan dan kesibukan meniti karir juga ikut berperan dalam memperpanjang
batasan usia seorang untuk menikah. Keputusan untuk melajang bukan lagi
terpaksa, tetapi merupakan sebuah pilihan. Itulah sebabnya, banyak pria dan
perempuan yang memilih untuk tetap hidup melajang.
Persepsi masyarakat terhadap orang yang melajang,
seiring dengan perkembangan jaman, juga berubah. Seringkali kita melihat
seorang yang masih hidup melajang, mempunyai wajah dan penampilan di atas
rata-rata dan supel. Baik pelajang pria maupun wanita, mereka pun pandai
bergaul, memiliki posisi pekerjaan yang cukup menjanjikan, tingkat pendidikan
yang baik.
Alasan yang paling sering dikemukakan oleh seorang single
adalah tidak ingin kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama
menikmati kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak
pergi, tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu
kebebasan. Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan
cemburu.
Banyak perusahaan lebih memilih karyawan yang masih
berstatus lajang untuk mengisi posisi tertentu. Pertimbangannya, para pelajang
lebih dapat berkonsentrasi terhadap pekerjaan. Hal ini juga menjadi alasan
seorang tetap hidup melajang.
Banyak pria menempatkan pernikahan pada prioritas
kesekian, sedangkan karir lebih mendapat prioritas utama. Dengan hidup
melayang, mereka bisa lebih konsentrasi dan fokus pada pekerjaan, sehingga
promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah diperoleh. Biasanya, pelajang lebih
bersedia untuk bekerja lembur dan tugas ke luar kota dalam jangka waktu yang
lama, dibandingkan karyawan yang telah menikah.
Kemapanan dan kondisi ekonomi pun menjadi alasan tetap
melajang. Pria sering kali merasa kurang percaya diri jika belum memiliki
kendaraan atau rumah pribadi. Sementara, perempuan lajang merasa senang jika
sebelum menikah bisa hidup mandiri dan memiliki karir bagus. Mereka bangga
memiliki sesuatu yang dihasilkan dari hasil keringat sendiri. Selain itu, ada
kepuasaan tersendiri.
Banyak yang mengatakan seorang masih melajang karena
terlalu banyak memilih atau ingin mendapat pasangan yang sempurna sehingga
sulit mendapatkan jodoh. Pernikahan adalah untuk seumur hidup. Rasanya tidak
mungkin menghabiskan masa hidup kita dengan seorang yang tidak kita cintai.
Lebih baik terlambat menikah daripada menikah akhirnya berakhir dengan
perceraian.
Lajang pun lebih mempunyai waktu untuk dirinya
sendiri, berpenampilan lebih baik, dan dapat melakukan kegiatan hobi tanpa ada
keberatan dari pasangan. Mereka bebas untuk melakukan acara berwisata ke tempat
yang disukai dengan sesama pelajang.
Pelajang biasanya terlihat lebih muda dari usia
sebenarnya jika dibandingkan dengan teman-teman yang berusia sama dengannya,
tetapi telah menikah.
Ketika diundang ke pernikahan kerabat, pelajang
biasanya menghindarinya. Kalaupun datang, mereka berusaha untuk berkumpul
dengan para sepupu yang masih melajang dan sesama pelajang. Hal ini untuk
menghindari pertanyaan singkat dan sederhana dari kerabat yang seusia dengan
orangtua mereka. Kapan menikah? Kapan menyusul? Sudah ada calon? Pertanyaan
tersebut, sekalipun sederhana, tetapi sulit untuk dijawab oleh pelajang.
Seringkali, pelajang juga menjadi sasaran keluarga
untuk dicarikan jodoh, terutama bila saudara sepupu yang seumuran telah menikah
atau adik sudah mempunyai pacar. Sementara orangtua menginginkan agar adik
tidak melangkahi kakak, agar kakak tidak berat jodoh.
Tidak dapat dipungkuri, sebenarnya lajang juga
mempunyai keinginan untuk menikah, memiliki pasangan untuk berbagi dalam suka
dan duka. Apalagi melihat teman yang seumuran yang telah memiliki sepasang anak
yang lucu dan menggemaskan. Bisa jadi, mereka belum menemukan pasangan atau
jodoh yang cocok di hati. Itulah alasan mereka untuk tetap menjalani hidup
sebagai lajang.
Melajang adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan
terpaksa, selama pelajang menikmati hidupnya. Pelajang akan mengakhiri masa
lajangnya dengan senang hati jika telah menemukan seorang yang telah cocok di
hati.
Kehidupan melajang bukanlah sebuah hal yang perlu
ditakuti. Bukan pula sebuah pemberontakan terhadap sebuah ikatan pernikahan.
Hanya, mereka belum ketemu jodoh yang cocok untuk berbagi dalam suka dan duka
serta menghabiskan waktu bersama di hari tua.
Arus modernisasi dan gender membuat para perempuan Indonesia dapat menempati posisi yang setara bahkan melebihi pria. Bahkan sekarang banyak perempuan yang mempunyai penghasilan lebih besar dari pria. Ditambah dengan konsep pilihan melajang, terutama kota-kota besar, mendorong perempuan Indonesia untuk hidup sendiri.
Daftar Pustaka:
Adhim, Mohammad Fauzil (2002) Indahnya
Perkawinan Dini Jakarta: Gema
Insani Press (GIP)
Ali, M. & Asrori, M.
(2005). Psikologi remaja perkembangan peserta didik. Jakarta : PT
Bumi Aksar
Aronson ,Elliot .(2005).social psychology .upper saddle river :person prentice hall
Artikel ini bisa anda baca juga di : SINICHI-NET
Yustinus Semiun. OFM. 2006. Kesehatan
Mental. Yogyakarta : Kanisius Siswanto.
S. Psi. Msi. 2007.
Kesehatan Mental,Konsep,Cakupan dan Perkembangan. Yogyakarta :
Andi.
Dayakisni, Tri. 2006. Psikologi social. Edisi revisi.
Malang : Universitas Muhamadiyah Malang
Fatimah, N. (2006). Psikologi perkembangan. Bandung : Pusaka
Setia.
Hall, S Calvin., Lindzey , Gardner., (2009). teori
- teori psikodinamika, yogyakarta:kanisius
Hariyadi, Sugeng dkk. (1998). Perkembangan peserta didik.
Cetakan ke 3. Semarang: IKIP Semarang Press.
Jalaluddin
Rakhmat (1998): Psikologi Komunikasi, Edisi 12, PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung.
Jalaludin. 2003. Psikologi Agama “sebuah pengantar”.
Bandung : Mizan Media Utama
Jalaludin. 2010. Psikologi
Agama. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Kartono, K. (2000). Hygiene mental. Bandung: Mandar Maju.
Miftachr, 2010. Pengertian Munakahat Pernikahan, Artikel, (Tersedia
online di http://miftachr.blog.uns.ac.id/2010/04/pengertian-munakahat-pernikahan/ diakses pada tanggal 6 Mei 2011).
Mujib, Abdul & Mudzakir, Jusuf. 2001.
Nuansa-Nuansa Psikologi Islam.
Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Nasrudin, Endin. 2009. Psikologi
Agama. Bandung: Qutub Production
Psikologi kepribadian
Penulis: Agus Sujanto; Penerbit: Bumi Aksara
Psikologi Kepribadian, Penulis: Sumadi
Suryabrata, Penerbit: Rajawali Pers
Ramayulis. 2002. Psikologi Agama. Jakarta: Kalam mulia
Sunarto & Hartono, B. Agung. (1995). Perkembangan peserta
didik. Jakarta: Rineka Cipta Wahjosumidjo.
Wirawan, Sarlito S. 2002. Individu dan teori-teori
psikologi social. Jakarta: Balai Pustaka
Yusuf,S. (2004). Psikologi perkembangan anak dan remaja.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset