Kamis, 25 April 2013

TULISAN III (KESEHATAN MENTAL)



Coping Stress

Coping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima. Apabila mekanisme coping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut.
Seorang ahli medis bernama ZJ Lipowski dalam penelitiannya memberikan definisi mekanisme coping:  “all cognitive and motor activities which a sick person employs to preserve his bodily and psychic integrity, to recover reversibly, impaired function and compensate to limit for any irreversible impairment.” (Secara bebas bisa diterjemahkan: semua aktivitas kognitif dan motorik yang dilakukan oleh seseorang yang sakit untuk mempertahankan integritas tubuh dan psikisnya, memulihkan fungsi yang rusak, dan membatasi adanya kerusakan yang tidak bisa dipulihkan).
Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam.
Mekanisme coping terbentuk melalui proses belajar dan mengingat, yang dimulai sejak awal timbulnya stressor dan saat mulai disadari dampak stressor tersebut. Kemampuan belajar ini tergantung pada kondisi eksternal dan internal, sehingga yang berperan bukan hanya bagaimana lingkungan membentuk stressor tetapi juga kondisi temperamen individu, persepsi, serta kognisi terhadap stressor tersebut.

Jenis- Jenis Coping :
a.    Emotional focus Coping
Digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stres. Pengaturan ini melalaui perilaku individu, seperti: penggunaan alcohol, bagaimana meniadakan fakta - fakta yang tidak menyenangkan, melalui strategi kognitif. Bila individu tidak mampu  mengubah kondisi yang ‘stresfull’ individu akan cenderung untuk  mengatur emosinya.

b.    Problem focus Coping
Digunakan untuk mengurangi stressor, individu akan mengatasi dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan yang baru. Individu akan cenderung menggunakan strategi ini, bila yakin akan dapat mengubah situasi. Coping dibagi dua bagian, yaitu memfokuskan pada pemecahan masalah dan memfokuskan pada emosi.

Jenis-jenis coping yang memfokuskan pada pemecahan masalah berupa :
1.    Keaktifan diri, adalah suatu tindakan yang mencoba menghilangkan atau mengelabuhi penyebab stres atau untuk memperbaiki akibat yang ditimbulkan, dengan kata lain bertambahnya usaha seseorang untuk melakukan koping, antara lain dengan bertindak langsung.
2.    Perencanaan, adalah memikirkan tentang bagaimana mengatasi penyebab stress, contohnya dengan membuat strategi untuk bertindak, memikirkan tentang langkah apa yang perlu diambil dalam menangani suatu masalah.
3.    Kontrol diri, adalah individu membatasi keterlibatannya dalam aktivitas kompetisi atau persaingan dan tidak bertindak terburu-buru, menunggu sehingga layak untuk melakukan suatu tindakan dengan mencari alternatif lain.
4.    Mencari dukungan sosial, adalah mencari nasehat, pertolongan, informasi, dukungan moral, empati dan pengertian

Sedangkan coping yang memfokuskan pada emosi, yaitu berupa :
1.    Mengingkari, adalah suatu tindakan atau pengingkaran terhadap suatu masalah.
2.    Penerimaan diri, adalah suatu situasi yang penuh dengan tekanan sehingga keadaan ini memaksanya untuk mengatasi masalah tersebut.
3.    Religius, adalah sikap individu untuk menenangkan dan menyelesaikan masalah-masalah secara keagamaan.

Jenis-Jenis Coping yang Konstruktif dan Positif
a.    Coping yang konstruktif
-       Escape
Usaha untuk menghilangkan stress dengan melarikan diri dari masalah dan beralih pada hal-hal yang tidak baik, seperti merokok, narkoba, dll.
-       Accepteance
Karena tidak ada lagi yang dapat memecahkan masalah, maka lebih memilih pasrah dan menerimanya.
-       Avoidance
Individu berusaha menyanggah dan mengingkari serta melupakan masalah-masalah yang ada pada dirinya.

-       Avoidant coping
Strategi yang dilakukan individu untuk menjauhkan diri dari sumber stress dengan cara melakukan suatu aktivitas atau menarik diri dari suatu kegiatan atau situasi yang berpotensi menimbulkan stress.

b.    Coping yang positif
-       Active coping
Strategi yang dirancang untuk mengubah cara pandang individu terhadap sumber stress.
-       Problem solving focused coping
Individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk mehilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stress.
-       Distancing
Usaha untuk menghindari permasalahan dan menutupinya dengan pandangan yang positif dan menganggap remeh suatu masalah.
-       Planful problem solving
Individu membentuk suatu strategi dan perencanaan menghilangkan dan mengatasi stress dengan melibatkan tindakan yang teliti, hati-hati, bertahap, dan analitis.
-       Positive reappraisal
Usaha untuk mencari makna positif dari permasalahan dengan pengembangan diri dan melibatkan hal-hal religi.
-       Self control
Suatu bentuk dalam penyelesaian masalah dengan cara menahan diri, mengatur perasaan, tidak tergesa-gesa dan hati hati dalam mengambil tindakan.
-       Emotion focused coping
Melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam penyesuaian diri dengan dampak yang ditimbulkan oleh kondisi yang penuh tekanan.
-       Seeking social support
Suatu cara yang dilakukan individu dalam menghadapi maslah dengan cara mencari dukungan sosial pada keluarga atau lingkungan sekitar, berupa simpati atau perhatian.
-       Positive reinterpretation
Respon dari individu dengan cara merubah dan mengembangkan dalam kepribadiannya atau mencoba mengambil pandangan positif dari sebuah masalah.


DAFTAR PUSTAKA:
Basuki, S. A.M Heru.2008. Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma 
http://e.psikologi.com
Huda, Darwin M.2006, Emosi. PT.Erlangga.
http://bebas.vlsm.org/kuliah/seminar-MIS/2006/172-11
F: Rumah Belajar Psikologi.htm

Tulisan II (KESEHATAN MENTAL)



STRESS
1. Pengertian Stress
a.  Arti penting stress
Stress merupakan suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis. Dapat dikatakan juga stress adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi, dan lain-lain.
GAS (General Adaptation Syndrom) merupakan respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stress. Respon yang terlibat didalamnya adalah sistem saraf otonom dan sistem endokrin.
·      Efek-efek stress menurut Hans Selye
Menurut Hans Selye, “Stress adalah respon manusia yang bersifat nonspesifik terhadap setiap tuntutan kebutuhan yang ada dalam dirinya.”
Biasanya yang menyebabkan diri individu mengalami stress berasal dari keadaan atau kondisi keluarga,seperti salah pola asuh, broken home, keadaan ekonomi yang sulit, serta kurangnya kecocokan dengan aturan keluarga. Itu semua hanya sebagian kecil faktor individu yang menyebabkan stress.
·         Faktor-faktor individual dan social yang menjadi penyebab stress
Seseorang mengalami stress bukan hanya karena faktor individu saja, melainkan dikarenakan faktor sosialnya juga. Faktor sosial yang dimaksud seperti disebabkan karena bencana alam (gempa bumi, tsunami, longsor, banjir, kebakaran, dan lain-lain). Karena sebab-sebab itulah biasanya individu tersebut merasakan goncangan yang sangat kuat dan jika individu tersebut tidak bias terima keadaan tersebut maka akan menyebabkan seseorang mengalami stress.

General Adaptation Syndrom (GAS)
a. Fase Alarm ( Waspada)
Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Reaksi psikologis “fight or flight” dan reaksi fisiologis. Tanda fisik : curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala stress memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh menurun
Fase alarem melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh seperti pengaktifan hormon yang berakibat meningkatnya volume darah dan akhirnya menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepas untuk meningkatkan kadar gula darah yang bertujuan untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi, teraktifasinya epineprin dan norepineprin mengakibatkan denyut jantung meningkat dan peningkatan aliran darah ke otot. Peningkatan ambilan O2 dan meningkatnya kewaspadaan mental.
Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan “ respons melawan atau menghindar “. Respon ini bisa berlangsung dari menit sampai jam. Bila stresor masih menetap maka individu akan masuk ke dalam fase resistensi.
b. Fase Resistance (Melawan)
Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stress. Bila teratasi à gejala stress menurun àtau normal
tubuh kembali stabil, termasuk hormon, denyut jantung, tekanan darah, cardiac out put. Individu tersebut berupaya beradaptasi terhadap stressor, jika ini berhasil tubuh akan memperbaiki sel – sel yang rusak. Bila gagal maka individu tersebut akan jatuh pada tahapa terakhir dari GAS yaitu : Fase kehabisan tenaga.
c. Fase Exhaustion (Kelelahan)
Merupakan fase perpanjangan stress yang belum dapat tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, dll. Bila usaha melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan dapat mengakibatkan kematian.
Tahap ini cadangan energi telah menipis atau habis, akibatnya tubuh tidak mampu lagi menghadapi stres. Ketidak mampuan tubuh untuk mepertahankan diri terhadap stressor inilah yang akan berdampak pada kematian individu tersbut.

2. Tipe-tipe Stress
Tipe-tipe stress terbagi menjadi empat, yaitu :
a)    Tekanan – konflik
-      Tekanan
Biasanya tekanan muncul tidak hanya dalam diri sendiri, mealinkan di luar diri juga. Karena biasanya apa yang menjadi pandangan kita terkadang bertentangan dengan pandangan orang tua, itu yang terkadang menjadi salah satu tekanan psikologis bagi seorang anak yang akan menimbulkan stress pada anak tersebut.
-       Konflik
Perbedaan pendapat, perbedaan cara pandang bahkan perbedaan pandangan dalam mencapai suatu tujuan itu akan menimbulkan koflik. Biasanya tidak hanya konflik dengan diri sendiri, banyak juga konflik ini terjadi antar beberapa orang, kelompok, bahkna organisasi.

b) Frustasi – kecemasan
-  Frustasi
Suatu kondisi psikologis yang tidak menyenangkan sebagai akibat terhambatnya seseorang dalam mencapai apa yang diinginkannya.
-      Kecemasan
Khawatir, gelisah, takut dan perasaan semacamnya itu merupakn suatu tanda atau sinyal seseorang mengalami kecemasan. Biasanya kecemasan di timbulkan karena adanya rasa kurang nyaman, rasa tidak aman atau merasa terancam pada dirinya.
c. Pendekatan problem solving terhadap stress
Proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan memecahkan masalah berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang cermat dan akurat. Atau ketika kita mendapatkan masalah dan membuat kita stress, lebih baik kita berdoa dan memohon petunjuk dari yang Maha Kuasa.
Strategi coping yang spontan mengatasi stress
Menurut Lazanus, penanganan stress atau coping terdiri dari dua bentuk, yaitu :
-   Problem-Pocused Coping (coping yang berfokus pada masalah)
Penanganan stress atau coping yang digunakan oleh individu yang mengahadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
-   Emotional-Pocused Coping (coping yang berfokus pada emosi)
Penanganan stress dimana individu memberikan respon terhadap situasi stress dengan cara emosional, terutama dengan penilaian defensive.

3. RESPON FISIOLOGI TERHADAP STRESS
Hans Selye (1946,1976) telah melakukan riset terhadap 2 respon fisiologis tubuh terhadap stress : Local Adaptation Syndrome (LAS) dan General Adaptation Syndrome (GAS).
1. Local Adaptation Syndrom (LAS)
Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stress. Respon setempat ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dll. Responnya berjangka pendek.

Karakteristik dari LAS :
1. respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua system
2. respon bersifat adaptif; diperlukan stressor untuk menstimulasikannya.
3. respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.
4. respon bersifat restorative.
Mungkin anda bertanya, “ apa saja yang termasuk ke dalam LAS ?”. sebenarnya respon LAS ini banyak kita temui dalam kehidupan kita sehari – hari seperti yang diuraikan dibawah ini :
a. Respon inflamasi
respon ini distimulasi oleh adanya trauma dan infeksi. Respon ini memusatkan diri hanya pada area tubuh yang trauma sehingga penyebaran inflamasi dapat dihambat dan proses penyembuhan dapat berlangsung cepat. Respon inflamasi dibagi kedalam 3 fase :
• fase pertama :
adanya perubahan sel dan system sirkulasi, dimulai dengan penyempitan pembuluh darah ditempat cedera dan secara bersamaan teraktifasinya kini,histamin, sel darah putih. Kinin berperan dalam memperbaiki permeabilitas kapiler sehingga protein, leucosit dan cairan yang lain dapat masuk ketempat yang cedera tersebut.
• Fase kedua :
pelepasan eksudat. Eksudat adalah kombinasi cairan dan sel yang telah mati dan bahan lain yang dihasilkan ditempat cedera.
• Fase ketiga :
Regenerasi jaringan dan terbentuknya jaringan parut.
b. Respon refleks nyeri
respon ini merupakan respon adaptif yang bertujuanmelindungi tubuh dari kerusakan lebih lanjut. Misalnya mengangkat kaki ketika bersentuhan dengan benda tajam.
Bagaimana dengan GAS. Gas merupakan respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres. Respon yang terlibat didalamanya adalah sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Di beberapa buku teks GAS sering disamakan dengan Sistem Neuroendokrin.




Pendekatan problem solving terhadap stress

Strategi coping yang spontan mengatasi stress
Taylor (1991) mengemukakan 8 strategi coping yang berbeda: (a) Konfrontasi, (b) mencari dukungan sosial, (c) merencanakan pemecahan masalah dikaitkan dengan ‘problem-focused coping’. Strategi coping lainnya memfokuskan pada pengaturan emosi: (d) kontrol diri, (e) membuat jarak, (f) penilaian kembali secara positif (positive reappraisal), (g) menerima tanggung jawab dan (h) lari/penghindaran (escape/avoidance) (Taylor, 1991). Tetapi penelitian lainnya menetapkan jumlah dan jenis strategi coping yang berbeda. Contohnya, Cohen & Lazarus (1983) memberikan 5 cara coping, Vingerhoets dkk. (1990) 7 cara dan Sarafino (1990) mengidentifikasi 6 cara coping. Carver, Scheier dkk bahkan memberikan 13 skala yang berbeda (Eiser, 1990).
Perlu diketahui, bahwa tidak ada satu pun metode yang dapat digunakan untuk semua situasi stress. Tidak ada strategi coping yang paling berhasil. Strategi coping yang paling efektif adalah strategi yang sesuai dengan jenis stress dan situasi (Rutter, 1983). Keberhasilan coping lebih tergantung pada penggabungan strategi coping yang sesuai dengan ciri masing-masing kejadian yang penuh stress, dari pada mencoba menemukan satu strategi coping yang paling berhasil (Taylor, 1991).

DAFTAR PUSTAKA:
Siswanto. 2007. Kesehatan Mental: Konsep, Cangkupan dan Perkembangannya. Ed.,I.
Yogyakarta: ANDI.
Atkinson, Rita L., Richard C. Atkinson, dan Ernest R. Hilgard. 1983. Pengantar Psikologi.
Editor: Nurdjannah Taufiq-Agus Dharma. Edisi VIII. Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

HASNI YULIANTI
2PA07 / 13509664
KESEHATAN MENTAL